Remunerasi Tetap, Sistem KPU Dikaji
Empat Pegawai Bea dan Cukai Dibebastugaskan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak akan menghentikan pemberian tunjangan tambahan atau remunerasi kepada aparatnya hanya karena temuan beberapa kasus suap, seperti yang terjadi di Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 30 Mei lalu.
Ini disebabkan dukungan remunerasi terbukti memberikan hasil, yakni adanya peningkatan penerimaan negara. Meski demikian, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (2/6), Menkeu berjanji untuk mengkaji ulang sistem pelayanan masyarakat yang diterapkan di Kantor Pelayanan Utama (KPU).
Ini layak dilakukan karena KPU merupakan bagian dari reformasi birokrasi di jajaran Departemen Keuangan, tetapi belum memberikan hasil yang diinginkan, yakni adanya aparat yang efisien dan tidak koruptif dalam melayani masyarakat.
Menurut Menkeu, sidak tanggal 30 Mei 2008 merupakan hasil koordinasi antara Depkeu dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini dilakukan sebagai bagian dari terapi kejut untuk mendisiplinkan aparat Depkeu.
Hambatan emosional
Terapi kejut perlu digelar karena ternyata reformasi birokrasi tak cukup dilakukan dengan menaikkan gaji dan tunjangan atau mengubah sistem pelayanannya. Reformasi birokrasi hanya bisa efektif jika dilakukan pengawasan secara terus-menerus.
Pascasidak itu, Depkeu mencatat, dari 69 pegawai yang bekerja sebagai Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, hanya 17 orang yang dianggap bersih dari dugaan suap.
Sebanyak 48 pegawai masih diperiksa, sementara empat pegawai melanggar kode etik berupa penyuapan. Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi menegaskan, keempat pegawai itu sudah dibebastugaskan.
Dalam sidak itu, KPK menemukan sejumlah amplop berisi uang senilai total Rp 500 juta. Sementara itu, kegiatan pemeriksaan fisik barang dan dokumen ekspor dan impor barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin, menjadi lebih ketat setelah sidak KPK. (OIN/NWO/CAL)
Sumber: Kompas, 3 Juni 2008