Rencana KPK Periksa Anggito Abimanyu Urung Dilakukan

Penyidikan kasus suap proyek Departemen Perhubungan untuk pembangunan dermaga dan bandara di wilayah Indonesia Timur terhambat. Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Anggito Abimanyu urung dilakukan karena dia tengah berada di London, Inggris, mengikuti pertemuan G-20.

Tim penyidik lantas menjadwal ulang pemanggilan terhadap Anggito yang akan diperiksa sebagai saksi. ''Surat permintaan penjadwalan ulang dikirim (Anggito) kemarin (Rabu, 1/4),'' kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK kemarin (2/4).

Penjadwalan ulang terhadap pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan suap dengan tersangka Abdul Hadi Djamal itu bukan kali pertama. Sebelumnya, KPK juga menjadwal ulang untuk pemeriksaan saksi dari anggota DPR, Jhony Allen Marbun (Fraksi Demokrat) dan Enggartiasto Lukito (Fraksi Golkar). Namun, mereka tidak datang karena sibuk berkampanye untuk pemilu legislatif.

Terkait penjadwalan ulang tersebut, Wakil Ketua KPK M. Jasin menganggap sebagai hal yang wajar. ''Ada beberapa kasus yang prosedurnya seperti itu. Saat saksi dipanggil tak bisa datang, diulang pemanggilan tiga kali. Bila tak datang, kami datangi. Itu sudah biasa,'' katanya.

Jasin mengaku belum bisa memastikan kapan pemanggilan ulang untuk ketiga orang saksi tersebut. Alasannya, pihaknya harus mengoordinasikan dengan bagian penindakan KPK. ''Pada intinya, kami serius dalam kasus ini. Artinya kami sepakat untuk menindaklanjuti,'' tegasnya.

Bagaimana Rama Pratama, anggota Fraksi PKS? Jasin tidak memberikan jawaban tegas. ''Saya hanya bisa menyampaikan tak tertutup kemungkinan,'' katanya.

Dalam kasus tersebut, Abdul Hadi pernah menyebutkan Anggito sebagai pelobi DPR untuk memuluskan penggunaan dana stimulus Rp 12,2 triliun. Tujuannya, anggota DPR menyetujui penggunaan pasal 23 Undang-Undang APBN sehingga pemerintah dapat mengajukan satu kali perubahan atau pengajuan dana stimulus.

Sesuai pasal 23 UU APBN, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah, termasuk menggeser anggaran dalam APBN 2009, untuk menangani krisis atas persetujuan DPR.

Pelayan Masyarakat
Jajaran Departemen Perhubungan (Dephub) tak mau terus-menerus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan (Hubla Dephub) Sunaryo mengundang pimpinan KPK untuk membekali bawahannya agar tahan godaan suap.

"PNS memang bergaji kecil. Pejabatnya saja paling sekitar Rp 2,3 juta sebulan. Dengan gaji segitu, untuk beli jam tangan saja berat," ujar Deputi Pencegahan KPK Eko Tjiptadi di hadapan 200-an pegawai Ditjen Hubla kemarin. Namun, berdasar penyelidikan KPK, pendapatan seorang pejabat penyelenggara negara bisa mencapai Rp 20-an juta dari berbagai macam setoran.

Karena itu, Eko meminta para PNS mengingat arti hakiki menjadi seorang PNS. Menurut dia, PNS itu pelayan masyarakat karena digaji dari pajak yang dibayar masyarakat. Tapi, kenyataannya, seorang pejabat publik biasanya akan menjual wewenangnya. Demikian pula seorang pejabat politis. "Jadi, PNS harus tetap semangat (meskipun gaji kecil), karena telah dipercaya masyarakat," tandasnya.

Menurut dia, mental korupsi telah mengakar semua orang di negeri ini, termasuk para PNS. Hal itu pantas saja dipahami, karena pendidikan dasar di keluarga pun mendorong masyarakat Indonesia melakukan korupsi. "Sudah sering kan kita dengar seorang ibu berdoa agar anaknya yang PNS bekerja di tempat yang 'basah'? Makanya, susah memberantas korupsi karena ibu juga berdoa seperti itu. Ada unsur religi juga, candanya.

Karena itu, berdasar urutan sejarah, usaha memberantas korupsi selalu gagal. Setahun setelah proklamasi kemerdekaan, perang melawan korupsi sudah didengungkan Presiden Soekarno. Itu terlihat dalam suatu pidatonya yang tercatat dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi. "Bahkan, pada 1957 sempat dibentuk semacam badan yang berfungsi khusus memberantas korupsi, tapi juga gagal," cetusnya.

Setelah pergantian kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada 1970-an, perang melawan korupsi juga dilakukan. Tetapi, ternyata hasilnya mandul karena-tidak mampu melawan kekuasaan. "Upaya-upaya apa pun gagal, selama 32 tahun terus berlangsung. Akibatnya, masyarakat menganggap korupsi sebagai hal biasa. Kalaupun tertangkap, mereka tidak malu. Berbeda dengan pelacur yang menutupi wajahnya kalau tertangkap," ujarnya.

Namun, sejak KPK hadir, semua mata terbelalak karena orang-orang penting yang sangat berkuasa di negeri in pun ditangkap. Sebagai contoh, Eko merinci, ada bupati, gubernur, anggota DPR, bekas Kapolri, gubernur BI hingga besan Presiden SBY pun ditangkap. "Tapi, kok masih ada masyarakat yang bilang kalau KPK tebang pilih," sesalnya.

Meski begitu, dia menyebut tidak hanya pejabat yang bersalah yang ditangkap. Oknum KPK yang bersalah juga ditangkap. Dia mencontohkan, oknum anggota KPK bernama Soeparman yang merupakan eks anggota Polri memeras saksi. Setelah mendapat laporan, KPK langsung menangkap oknum tersebut dalam jangka waktu 2 kali 24 jam. "Bagi PNS seperti panitia tender yang membiarkan terjadinya perbuatan curang itu salah. Ada 30 pasal yang bisa kita sebut korupsi," tegasnya.

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Soenaryo mengatakan, pihaknya menyelenggarakan acara itu untuk memutus rantai korupsi. Setidaknya terdapat dua orang yang terlibat dalam korupsi, yaitu si penyauap dan yang disuap. Namun, ada pula yang hanya sebagai mediator. "Kita berharap ada satu ring korupsi yang bisa kita putus," jelasnya. (fal/wir/agm)

Sumber: Jawa Pos, 3 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan