Resuffle Kabinet Kerja II, Jokowi Harus Hindari Konflik Kepentingan
Jakarta, antikorupsi.org (21/10/2015) – Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla berencana melakukan perombakan (resuffle) kabinet kerja jilid II. Diharapkan pergantian posisi menteri bukan lagi berdasarkan bagi-bagi kursi menteri kepada partai politik pendukungnya. Melainkan kapasitas dan kompetensi yang dimiliki calon tersebut.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, menjelaskan, bahwa harapan itu adalah salah satu cara membuktikan janji Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla di awal-awal kampanyenya dulu. Pasalnya waktu kampanye sempat digembor-gemborkan jika dirinya terpilih tidak ada bagi-bagi kursi bagi partai pendukung serta koalisi tanpa syarat. Namun hal ini tidak terbukti saat pembentukan kabinet kerja.
Dari 34 jabatan menteri di kabinet kerja saat ini diisi oleh kader partai politik yang menempati jabatan strategis. Misalnya, Yasonna Laoly yang menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Jaksa Agung dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan menteri-menteri lainnya yang menempati jabatan strategis.
Hasilnya, banyak keputusan-keputusan yang keluar dari menteri adalah juga dari partai politik dan kontroversional. “Banyak keputusan yang berbau politis. Harusnya ini bisa dihindari dengan memilih menteri yang potensinya bagus dan tidak memiliki kedekatan kepada politik tertentu,” ucap Almas saat konferensi pers rapor 1 tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK, Selasa (20/10/2015).
Almas menegaskan, hasil resuffle sebelumnya dalam kabinet kerja, terlihat tidak banyak membawa perubahan representasi partai politik pendukung Joko Widodo.
Maka diharapkan, pada perombakan kedua kabinet Presiden Jokowi tidak lagi menempatkan orang-orang yang mengakomodir partai yang baru merapatkan barisannya ke koalisi di pemerintahan. Pasalnya tidak dinafikkan konflik kepentingan akan terjadi jika posisi strategis menteri diisi oleh orang partai.
“Jokowi-JK harus menghindari potensi konflik kepentingan terutama dalam pemilihan menteri di kabinet kerja. Resuffle didasarkan dari evaluasi kerja, bukan soal partai mana yang merapat,” tegasnya. (Ayu- Abid)