Ribetnya Pejabat Negara Mantu
Setiap pesta pernikahan pasti membikin pusing mereka "yang punya gawe". Namun, bagi pejabat tinggi negara, "keribetan" itu tidak sekadar saat mengurus gedung atau mendaftar undangan, tapi juga karena mereka mesti berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Itulah yang tampaknya tengah dilakoni Mahfud Md. hari-hari ini.
Ketua Mahkamah Konstitusi ini tengah punya hajat menggelar resepsi pernikahan anak sulungnya, Muhammad Ikhwan Zein, dengan Ukhti Jamil Rustiasari pada 8 Januari kelak. Untuk keperluan itu, Mahfud akan melaporkan daftar undangan, daftar kado, daftar pengirim bunga, serta daftar tamu undangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya sudah lapor secara lisan pada (Wakil Ketua KPK) Pak Muhammad Jasin dan (juru bicara KPK) Johan Budi," ujarnya di Jakarta kemarin.
Ya, langkah ini mesti ia ambil karena, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap pejabat negara wajib melaporkan angpao atau hadiah uang yang ia terima dalam 30 hari kerja. Sebagai hamba hukum, Mahfud tentu ingin menegakkan aturan tersebut.
Menurut rencana, perhelatan tersebut akan berlangsung di Gedung Serbaguna Pusdiklat Mahkamah Konstitusi, Bekasi Barat. "Saya bayar untuk (sewa gedung Mahkamah) itu," ujar Mahfud. Sebelumnya, resepsi pernikahan sudah dilakukan pihak besan beberapa waktu lalu. "Nanti juga akan dilaporkan (dalam) satu paket."
Mahfud mengaku banyak menerima bantuan untuk menyelenggarakan perhelatan ini. Misalnya dari alumni Universitas Islam Indonesia, pegawai Mahkamah Konstitusi, dan kerabat karib lainnya. Semua mestinya akan ia laporkan kepada KPK.
"Kerumitan" semacam ini juga pernah dialami mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid. Pada 11 Mei 2008, ia menyunting Diana Thalib Abbas dan resepsi pernikahannya dihadiri banyak pejabat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan wakil presiden Jusuf Kalla.
Dua hari seusai pernikahan, petugas peneliti dari bagian pencegahan KPK memeriksa uang hadiah pernikahan Hidayat Nur Wahid. Pemeriksaan ini, menurut juru bicara KPK, Johan Budi, untuk melihat adanya kemungkinan gratifikasi. Hidayat sudah melaporkan adanya kemungkinan itu sehari sebelum pernikahan.
Sekitar sebulan kemudian, KPK menerima pengembalian uang hadiah pernikahan sebesar Rp 68 Juta dari Hidayat. "Uang tersebut adalah uang yang sudah diverifikasi KPK. Sebagian dikembalikan kepada yang bersangkutan dan sebagian dikembalikan kepada negara," kata Johan kala itu.
Segala kerumitan ini, mau tak mau, memang mesti dilakoni demi menegakkan aturan. Dan, dua pejabat tinggi tersebut rela menjalaninya dengan tertib.
Toh, Mahfud tak bisa lepas dari keribetan yang lain, yakni menyusun daftar undangan. Sebabnya adalah, "Banyak teman yang terlupa, dan di sisi lain malah ada yang diundang dua kali," dia mengaku. Mahfud khawatir ia dinilai membeda-bedakan rekan dan keluarga. Ya, namanya juga "punya gawe", Pak, pasti dimaklumi.... DIANING SARI | EVAN KUSUMAH
Sumber: Koran Tempo, 4 Januari 2011