Robert Tantular Berbelit-belit
Sejumlah anggota Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk kasus Bank Century menilai keterangan mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular, berbelit-belit, tidak jelas, dan banyak bertentangan dengan penjelasan pihak lain. Mereka berharap keterangan Robert dikonfrontasi dengan keterangan pihak lain, seperti pejabat Bank Indonesia.
Kesimpulan ini diambil setelah mendengar kesaksian Robert Tantular dalam rapat Pansus Bank Century, Senin (11/1), di Jakarta. Turut dimintai keterangan adalah mantan Kepala Audit Internal Bank Century Susana Choa. Namun, hampir semua pertanyaan ditujukan kepada Robert.
Acara yang dimulai pukul 14.15 ini masih berlangsung hingga berita diturunkan pukul 23.30. Sejumlah nasabah Bank Century, yang belum dibayar, juga masih mengikuti acara ini dengan duduk di balkon ruang sidang.
”Banyak informasi yang disembunyikan. Tidak jelas antara satu sama lain,” kata anggota Pansus dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Ahmad Muzani. Hal serupa disampaikan Eva Kusuma Sundari (F-PDIP) dan Akbar Faishal (Fraksi Partai Hanura). Anggota Pansus lainnya, Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Andi Rahmat (Fraksi PKS), minta keterangan Robert dikonfrontasi dengan pihak lain, seperti dari BI.
Ketidakjelasan itu, lanjut Muzani, antara lain terkait keterangan Robert tentang keputusannya meminjam 18 juta dollar Amerika Serikat (AS) dari Budi Sampoerna, seorang deposan besar Bank Century, pada 14 November 2008. Robert lalu menyerahkan uang tersebut kepada Bank Century untuk menutup kerugian bank itu akibat bermain valuta asing.
Muzani bertanya, mengapa Robert, yang hanya memiliki saham sembilan persen di Bank Century, rela menyerahkan uang tersebut ke bank itu? Uang itu apakah merupakan hibah, penyertaan modal, atau pinjaman? Jika hibah, Bank Century harus membayar pajak sebesar 30 persen dan uang itu dicatat dalam pendapatan lain-lain. Jika penyertaan modal atau pinjaman harus diputuskan dalam rapat umum pemegang saham.
Robert menjawab, menyerahkan uang itu karena ingin Bank Century tetap beroperasi. ”Saya hanya ingin membantu, tidak tahu status uang itu,” kata Robert. Robert menambahkan, peminjaman itu merupakan pinjaman pribadi dengan garansi dirinya. Robert juga pernah meminjam Rp 200 miliar kepada Budi dengan jaminan saham dan sudah dilunasi.
Menurut Robert, sejak Juli 2008 Budi Sampoerna berniat menarik uangnya sebesar Rp 1 triliun di Bank Century untuk membeli tembakau. Penarikan dilakukan bertahap, mulai Agustus 2008 sekitar Rp 100 miliar. Langkah ini membuat likuiditas bank semakin buruk sehingga pada 8 November 2008, Robert menemui Budi untuk menyatakan tidak lagi mempunyai uang untuk membayar.
Pada 13 November 2008, lanjut Robert, Bank Century kalah kliring Rp 5 miliar. Oleh karena kekalahan ini diumumkan BI, kemudian terjadi penarikan dana besar-besaran (rush) oleh nasabah pada 14 November sehingga membuat Bank Century kesulitan.
Namun, Andi Rahmat menyangsikan hal ini sebab menurut laporan BI kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat itu tidak ada rush. Andi juga kaget mendengar penjelasan Robert jika Bank Century masih ikut kliring pada 14 November 2008. Menurut BI, saat itu Bank Century sudah tidak ikut kliring.
Robert juga mengatakan bahwa pada 14 November ia bertemu dengan utusan Budi dan saat itu disepakati, simpanan Budi dipecah menjadi masing-masing Rp 2 miliar agar dapat dibayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Untuk itu, rekening kemudian diatasnamakan kepada 247 orang yang umumnya adalah karyawan Budi di Bali dan Surabaya. Belakangan diketahui bahwa sebagian dari rekening tersebut juga diatasnamakan calon karyawan Bank Century.
Robert mengaku tidak tahu mengapa pinjamannya sebesar 18 juta dollar AS kepada Budi Sampoerna, belakangan dibayar oleh LPS. Padahal, itu merupakan pinjaman pribadi dan dia berniat membayarnya. Robert juga mengaku bahwa Bank Century mendapat fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) pada 15 November dari direksi. (NWO)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2010