"Roh" Satgas Kuatkan Pemberantasan Korupsi
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berfungsi membantu Presiden dalam upaya memberantas mafia hukum. Karena itu, Satgas memiliki ”roh” untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi dan mengawasi institusi penegak hukum dalam menangani berbagai kasus hukum.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam diskusi tentang evaluasi kinerja satgas dan proyeksi strategi pemberantasan mafia hukum, yang diadakan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum di Istana Bogor, Rabu (22/12).
Acara itu dihadiri Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Wakil Ketua Satgas Darmono, dan Ketua Komisi III DPR Benny K Harman.
”Jika kita jernih melihat, roh Satgas itu sebagai penguat upaya pemberantasan korupsi,” ungkap Djoko. Penguatan upaya pemberantasan mafia hukum itu penting untuk menyinergikan lembaga penegak hukum dalam memberantas mafia hukum. Dengan demikian, setiap institusi penegak hukum tak bisa bekerja seenaknya sendiri.
Meski demikian, lanjut Djoko, Satgas harus pandai dan cermat dalam memverifikasi masalah hukum yang perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum yang memiliki otoritas legal.
Mahfud menambahkan, Satgas perlu mengungkap penanganan laporan terkait mafia hukum yang disampaikan masyarakat. ”Saya usul, setiap laporan jelas. Jangan orang disuruh melapor, tetapi tidak jelas nasibnya,” katanya. Jika laporan diungkap, penanganan menjadi lebih jelas dan publik dapat mengawasi.
Seusai diskusi, Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengatakan, sejak dibentuk sampai 20 Desember 2010, Satgas menerima 3.845 pengaduan masyarakat. ”Dari jumlah itu, 3.100 pengaduan sudah dipelajari,” katanya.
Dari laporan itu, lanjut Denny, sebanyak 740 laporan terkait masalah tanah serta 466 laporan terkait praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sisanya terkait berbagai tindak pidana, seperti penipuan, penggelapan, dan kasus lain.
Denny menambahkan, dari laporan yang masuk itu, Polri adalah lembaga yang paling banyak diadukan ke Satgas. Jumlahnya 963 kasus. Laporan terkait pengadilan mencapai 944 kasus dan terkait kejaksaan sebanyak 516 kasus.
Benny K Harman, dalam diskusi itu, mengungkapkan, Satgas perlu menyusun mekanisme kerja dalam melaksanakan fungsinya. Mekanisme kerja itu penting dibuat untuk menghindari kesan, peran Satgas tak jelas atau ingin mengambil alih kewenangan institusi lain.
”Dalam imajinasi saya, laporan diteliti dan hasilnya diserahkan kepada lembaga penegak hukum untuk ditindaklanjuti,” katanya. Satgas mengawasi tindak lanjut atas laporan itu. (FER)
Sumber: Kompas, 23 Desember 2010