Rokhmin Dahuri Ditahan; Tersangkut Pungutan Tidak Sah
Seorang lagi menteri dalam Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri terjerat kasus korupsi. Kamis (30/11) malam, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Rutan Mabes Polri.
Sebelumnya, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Theo F Toemion juga dijerat kasus korupsi. Perkaranya sudah disidangkan. Sementara mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar dijerat Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkaranya juga sudah disidangkan.
Rokhmin ditahan karena tersangkut pungutan tidak sah selama periode kepemimpinannya, 2002-2004. Dana tidak sah yang dikumpulkan di dua rekening Departemen Kelautan dan Perikanan total berjumlah Rp 31 miliar, yaitu Rp 12 miliar yang dipungut dari pihak internal dan Rp 19,7 miliar dari pihak eksternal.
Rokhmin saat keluar ruang pemeriksaan pukul 20.30 membantah memberikan perintah kepada mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan Andien H Taryoto. Ia membantah bahwa dana yang tidak sah itu digunakan untuk orasi ilmiah dan untuk meraih gelar doktornya. Saya tidak merasa bersalah karena saya melakukan yang terbaik, ujar Rokhmin sambil berjalan ke mobil tahanan yang diparkir di teras Gedung KPK, Jakarta.
Dalam pesan singkatnya yang dikirimkan ke Kompas, Rokhmin menegaskan dirinya tidak korupsi. Semua dana nonbudgeter untuk nelayan, pembudidayaan ikan, dan masyarakat pesisir. Dana terkumpul secara sukarela. Tak ada kebijakan atau instruksi dari saya, katanya.
Kuasa hukum Rokhmin, Herman Kadir, mengatakan, sama sekali tidak ada perintah lisan dari Rokhmin. Memang ada pembukuan yang dibuat sekjen soal dana nonbudgeter itu. Ada 3.000 bukti tanda terima, tetapi tidak ada untuk kepentingan dirinya, kata Herman yang juga membantah bahwa dana tersebut digunakan untuk meraih gelar doktor Rokhmin.
Tentang aliran dana dari pengusaha Tomy Winata ke Rokhmin, Herman mengatakan Tomy Winata juga sudah membantah. Namun, saat dicecar kembali soal aliran dana Tomy Winata, Herman menjawab bahwa itu urusan sekjen. Dia mengatakan sekjen yang tahu, sementara Rokhmin sama sekali tidak tahu.
Ketika wartawan kembali mencecar soal peruntukan dana dari Tomy Winata kepada Rokhmin, Herman mengatakan, Kalau ada dana-dana, misalnya orang yang mengajukan proposal-proposal untuk kegiatan ini-itu. Dia hanya dapat laporan dari sekjen bahwa ada dana nonbudgeter sekian-sekian.
Wartawan kembali menegaskan apakah Rokhmin mengetahui asal dana-dana tersebut, termasuk dari Tomy Winata, Herman menjawab, Yah, memang tahu. Dia pasti tahu dana nonbudgeter, pasti tahu dia.
Herman mengatakan, tuduhan kepada kliennya bukan pungutan dana tidak sah, tetapi diduga menerima gratifikasi. Jadi ada bantuan dana gratifikasi. Harusnya kena pasal itu, itu masih penuh tafsiran, ucapnya.
Keterangan KPK
Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, yang didampingi Wakil Ketua KPK Erry Rijana Hardjapamekas, Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmy, dan Direktur Penindakan KPK Ade Rahardja, menjelaskan kasus Rokhmin terkait dengan perkara tersangka sebelumnya, Andien H Taryoto, mantan Sekjen Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rokhmin diduga melanggar Pasal 12F Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 karena pungutan-pungutan yang tak boleh dilakukan. Mengenai dana dari pengusaha lain di samping Tomy Winata, Tumpak menjawab, penyidik masih akan mempelajari rekening-rekening tersebut.
Saat ditanyakan mengenai permintaan kuasa hukum Rokhmin yang meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numbery juga ditahan karena diduga ikut menikmati dana tidak sah tersebut, Tumpak menjawab, Kami akan periksa sampai ke situ juga. Nanti kita lihat.
KPK telah menyita uang Rp 1,1 miliar. Kami akan mencari lagi, ujar Tumpak.
Salahi aturan
Freddy mengakui, saat dia mengetahui adanya pengumpulan dana rekonstruksi sebesar 1 persen dari dana yang disalurkan ke dinas di daerah, pihaknya sudah meminta agar pengumpulan dana itu dihentikan. Pasalnya, hal itu menyalahi ketentuan. Namun, karena dana hasil pengumpulan tersebut telanjur dikumpulkan, sebagian digunakan untuk kepentingan departemennya.
Dulu memang ada imbauan untuk menghimpun 1 persen itu. Memang, itu diminta secara sukarela. Akan tetapi, waktu saya menjadi menteri, saya bilang itu tidak boleh karena menyalahi aturan. Namun, karena dana itu sudah terkumpul dan akumulasinya cukup besar, saya minta dipakai untuk kepentingan departemen, ujar Freddy di Istana Wakil Presiden, Jakarta.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan (Fraksi PDI-P, Sumatera Utara II) menangkap adanya upaya sistematis untuk menjerat mantan-mantan menteri pada era Megawati. Pemberantasan korupsi tampaknya sudah menjadi alat politik, ucapnya. (VIN/HAR/BDM)
Sumber: Kompas, 1 Desember 2006