RUU Kewarganegaraan Celah Koruptor Larikan Diri
Rancangan Undang-Undang Kewarganegaraan, yang bakal disahkan hari ini, mendapat penolakan. Penolakan datang dari Kaukus Perempuan Parlemen untuk Hak Asasi Manusia. Rancangan undang-undang ini dinilai masih banyak memiliki kekurangan.
Sikap ini merupakan hak konstitusional kami sebagai individu. Sebab, untuk menolak, perlu dukungan fraksi, kata Nursyahbani Katjasungkana, salah satu anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, di Jakarta kemarin.
Menurut Nursyahbani, hasil RUU Kewarganegaraan yang akan disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR justru menjadi celah bagi para koruptor untuk melarikan diri.
Dalam pasal 23-i RUU itu disebutkan bahwa warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri selama lima tahun berturut-turut dan tidak menyatakan keinginannya menjadi warga negara bisa kehilangan statusnya. Pasal ini tidak memberikan perlindungan bagi warga negara, tapi justru memberikan perlindungan bagi koruptor, kata salah satu anggota panitia khusus RUU ini.
Kaukus juga menyoroti kuota perempuan dalam RUU Pemerintahan Aceh. Menurut Eva Kusuma Sundari dari Fraksi PDI Perjuangan, RUU ini belum memenuhi aspirasi perempuan. Pasal 75 ayat 2 tentang syarat partai politik belum mengakomodasi angka 30 persen untuk kuota perempuan.
Ia menilai alasan anggota panitia khusus lainnya yang menyebut kuota perempuan bisa menghalangi terbentuknya partai politik lokal terlalu mengada-ada. Survei menunjukkan jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, ujarnya. AQIDA
Sumber: Koran Tempo, 11 Juli 2006