RUU KMIP Tetap Prioritas Komisi I DPR
Komisi I DPR berkomitmen menjadikan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) sebagai prioritas pertama. RUU KMIP yang sudah diusulkan sejak tahun 2002 itu dirasakan perlu segera dibahas untuk mempercepat pemberantasan korupsi.
Komitmen tersebut muncul dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I DPR dengan Koalisi LSM, Senin (7/3). Deddy Djamaluddin dari Fraksi Partai Amanat Nasional yang pertama kali menyuarakan hal itu.
Deddy mendapat informasi dari Badan Legislasi DPR, RUU KMIP belum menjadi prioritas utama karena tidak ada komisi yang mengusulkan. Departemen Komunikasi dan Informatika pun lebih mendahulukan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik yang datang belakangan. Sementara itu, RUU tentang Rahasia Negara secara tiba-tiba masuk dalam Program Legislasi Nasional 2005.
Komisi I perlu mengirim surat kepada Pimpinan DPR dan Baleg untuk memprioritaskan RUU KMIP ini. Kalau perlu, Presiden perlu dimintai tanggapan tertulisnya tentang RUU KMIP ini karena dalam kampanye-kampanyenya, SBY selalu menjanjikan pemberantasan korupsi. Kalau RUU KMIP ini tidak dibahas, janji-janji itu akan jadi lips service, ujar Deddy yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II itu.
Usulan Deddy itu disambut oleh Permadi, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Soeripto dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Wakil Ketua Komisi I, Effendy Choirie dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, kemudian langsung menegaskan bahwa RUU KMIP menjadi prioritas Komisi I dan disetujui seluruh anggota.
Koordinator Koalisi Kebebasan Informasi Agus Sudibyo dalam pertemuan itu menegaskan bahwa tanpa adanya RUU KMIP pemberantasan korupsi hanya akan menjadi wacana.
Pemberantasan korupsi membutuhkan jaminan hak publik untuk mengamati perilaku pejabat dalam menjalankan tugas; jaminan hak akses informasi; jaminan hak publik untuk berpartisipasi; dan jaminan hak publik untuk dilindungi dalam mengungkap fakta dan kebenaran.
RUU Perlindungan Saksi
Di tempat terpisah, jaringan LSM yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Saksi mengharapkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mendorong segera terbitnya undang- undang perlindungan saksi. Koalisi dipimpin Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Mayoritas anggota DPD yang tergabung dalam Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) menyambut positif adanya RUU tersebut. Mereka berkeyakinan bahwa RUU Perlindungan Saksi akan mempercepat pemberantasan korupsi yang marak terjadi di daerah-daerah. Masyarakat banyak mengetahui perilaku korup para pejabat di daerah. Tapi, tidak berani melapor karena khawatir dirinya malah dijadikan pesakitan, ucap Aspar, anggota DPD Kalimantan Barat.
Anggota DPD dari Sulawesi Utara, Marhany, menengarai, sekarang ini banyak kasus korupsi yang tidak terungkap karena minimnya saksi. (sut)
Sumber: Kompas, 8 Maret 2005