RUU MA; Audit Biaya Perkara Tidak Diatur

Dalam perdebatan pembahasan draf revisi sebelumnya di Panitia Kerja, klausul tentang audit biaya perkara telah diperjuangkan agar secara eksplisit dimasukkan dalam draf.

Draf revisi Undang-Undang Mahkamah Agung tidak mengatur secara eksplisit tentang audit biaya perkara. Draf revisi itu hanya menyebutkan pemeriksaan dimungkinkan dalam rangka good government.

"Klausul tentang itu secara vulgar memang tidak terlihat, namun secara implisit ada," kata anggota Panitia Kerja Rancangan Revisi Undang-Undang Mahkamah Agung, Eva Kusuma Sundari, kepada Tempo kemarin.

Menurut politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, dalam perdebatan pembahasan draf revisi sebelumnya di Panitia Kerja, klausul tentang audit biaya perkara telah diperjuangkan agar secara eksplisit dimasukkan dalam draf.

Selanjutnya, kata Eva, ada klausul yang menyatakan audit terhadap biaya perkara di Mahkamah Agung akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Masuknya klausul ini berdasarkan hasil pembicaraan tim kerja pemerintah yang terdiri atas Badan Pemeriksa Keuangan, Departemen Keuangan, dan Mahkamah Agung.

Anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Jamil, menjelaskan audit biaya perkara memang tidak diatur dalam draf revisi Undang-Undang Mahkamah Agung. Namun, ujarnya, ada klausul tentang akuntabilitas dan keterbukaan dalam penanganan perkara. Tentu saja agar Mahkamah Agung menjadi lembaga yang terbuka.

Untuk itu, anggota Dewan, menurut Nasir, akan mendesak agar dalam revisi Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan nantinya diatur soal keharusan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang terbuka dan akuntabel. "Kami dorong penguatan pemeriksaan keuangan," ujarnya kemarin.

Dengan akuntabilitas dan keterbukaan itu, ujar Nasir, publik bisa mengetahui proses penanganan perkara yang berjalan dan informasi-informasi lainnya, termasuk biaya perkara.

Sebelumnya, terjadi ketegangan antara Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan terkait dengan audit biaya perkara. Selama ini pengelolaan dan penggunaan biaya perkara dinilai oleh Indonesia Corruption Watch tertutup dan tidak akuntabel.

Desakan agar biaya perkara diaudit ditentang oleh juru bicara Mahkamah Agung, Joko Sarwoko. Menurut dia, Badan Pemeriksa Keuangan tidak berwenang memeriksa seluruh biaya perkara. Sebaliknya, Badan Pemeriksa Keuangan berpendapat ia berwenang memeriksa biaya perkara di Mahkamah Agung. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution, lembaganya berhak melaporkan ke polisi jika ada instansi yang menolak diperiksa. TITIS SETIANINGTYAS | EKO ARI WIBOWO | MARIA HASUGIAN

Sumber: Koran Tempo, 15 Oktober 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan