RUU Pemberantasan Korupsi; Koalisi Pemantau Serahkan Draf Tandingan
Pembahasan setelah DPR baru dibentuk.
Koalisi Pemantau Peradilan menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi versi masyarakat ke Dewan Perwakilan Rakyat. Rancangan ini bakal menjadi pembanding dari draf RUU versi pemerintah. "RUU ini diharapkan bisa menjadi masukan sekaligus komparasi," kata juru bicara Koalisi, Emerson Yuntho, saat menyerahkan draf RUU tersebut di gedung DPR kemarin.
Pemerintah pada akhir Mei lalu menyerahkan draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke DPR. Sejumlah materi dalam draf versi pemerintah oleh banyak kalangan dinilai melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Koalisi mencatat sedikitnya ada 20 poin dalam draf tersebut yang berpotensi mengebiri kewenangan KPK.
Materi dalam draf versi pemerintah, menurut Koalisi, yang dinilai melemahkan KPK antara lain kewenangan Komisi yang dibatasi hanya sampai tingkat penyidikan. Selain itu, tak disebutkannya secara jelas perkara korupsi yang bakal ditangani pengadilan tindak pidana korupsi, adanya ancaman pidana bagi pelapor palsu, dan tak dimasukkannya penanganan aset yang diduga hasil korupsi.
Emerson mengatakan Koalisi dalam draf tandingan ini menginginkan agar kewenangan KPK sampai ke tingkat penuntutan. Selain itu, penegasan perkara korupsi diadili oleh pengadilan tindak pidana korupsi, adanya perlindungan hukum bagi pelapor, dan adanya lembaga yang secara khusus mengelola aset hasil korupsi. Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch ini berharap RUU versi masyarakat bisa dijadikan pembanding saat pembahasan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi versi masyarakat diterima anggota Badan Legislatif DPR, Mutammimul Ula. Anggota Fraksi Keadilan Sejahtera itu sepakat pembahasan RUU ini tak boleh melemahkan kewenangan KPK. "Saya setuju kewenangan KPK sampai ke tingkat penuntutan," katanya.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun, menyatakan draf versi masyarakat akan dijadikan penyanding dalam daftar isian masalah saat pembahasan RUU tersebut. Menurut dia, draf versi pemerintah masih dapat diubah dan diperbaiki sesuai dengan masukan berbagai pihak.
Apalagi, Gayus melanjutkan, pembahasan RUU ini tidak dapat dilepaskan dari pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pembahasan kedua RUU adalah kesatuan yang harus sejalan. "Butuh sinkronisasi agar tidak saling bertentangan," kata Gayus.
Saat ini DPR belum membentuk panitia khusus pembahasan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gayus menduga pembahasan mulai dilaksanakan setelah periode DPR yang baru. Dwi Riyanto Agustiar | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 10 Juli 2009