RUU Pengadilan Antikorupsi; Perpu Tak Bisa Serta-Merta Diterbitkan
Keadaan genting berlangsung sejak Mahkamah Konstitusi menetapkan batas waktu pembentukan pengadilan antikorupsi.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata menyatakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak bisa serta-merta diterbitkan. Menurut dia, perpu bakal diterbitkan jika pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat tak sanggup menyelesaikan hingga batas waktu.
"Pemerintah siap saja mengeluarkan perpu, asalkan hal itu masuk keadaan genting dan undang-undangnya tidak selesai dibahas di DPR," ujar Andi saat dihubungi tadi malam.
Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006. Dalam putusannya, Mahkamah meminta Dewan merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum 19 Desember 2009. Hingga kini panitia khusus di Dewan Perwakilan Rakyat masih membahas RUU pengadilan antikorupsi itu. Anggota panitia khusus, Gayus Lumbuun, sempat menyatakan pemerintah sebaiknya menyiapkan perpu sebagai antisipasi belum rampung pembahasan RUU tersebut.
Andi mengatakan Indonesia tidak memiliki pengalaman mengeluarkan perpu saat undang-undang masih dibahas di DPR. Tapi, kata Andi, jika presiden menyatakan siap mengeluarkan perpu, Departemen Hukum sebagai institusi yang diberi wewenang pasti segera menyiapkan.
"Menyiapkan draf perpu itu mudah. Hanya sebentar sudah bisa siap, tinggal memindahkan dari yang sudah ada," katanya. Kendati begitu, kata Andi, penerbitan perpu saat RUU masih dibahas di DPR sangat tergantung suasana sosial-politik.
Dihubungi terpisah, ahli hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Irman Putra Sidin, menyatakan tidak ada keadaan yang menghambat bagi presiden untuk segera mengeluarkan perpu.
Menurut Irman, keadaan genting sebagai salah satu syarat terbitnya perpu sudah berlangsung sejak Mahkamah Konstitusi menetapkan batas waktu bagi pembahasan RUU pengadilan antikorupsi tiga tahun lalu. Presiden, kata dia, dalam keadaan genting tidak perlu menunggu DPR menyelesaikan penyusunan RUU tersebut. "Ini hak subyektif presiden yang diamanatkan undang-undang," ujar Irman saat dihubungi kemarin.
Presiden, menurut mekanisme hukum tata negara, tidak perlu menunggu DPR. "Apalagi keadaan genting itu sifatnya detik per detik," katanya. Adapun mekanisme persiapan perpu, kata Irman, hanya membutuhkan waktu sebentar. Sebab, mekanisme perpu tidak memerlukan suatu draf. "Perpu hanya aturan yang sifatnya satu paragraf. Cuma berbunyi, 'menyatakan dengan ini bahwa Pengadilan Tipikor diperpanjang...,'" ujar Irman. Cheta Nilawaty | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 8 Juni 2009