RUU Tipikor Versi Pemerintah Kurangi Wewenang KPK
Pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terusik. Sebab, draf RUU Tindak Pidana Korupsi versi pemerintah yang kini dibahas di DPR diindikasikan memandulkan kewenangan lembaga superbody tersebut.
Bentuk upaya pemandulan itu ialah pasal RUU yang menyebutkan bahwa penyidikan kasus korupsi bisa dilakukan kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Rancangan pasal itu juga tidak membeberkan kewenangan KPK dalam hal penuntutan perkara. Padahal, selama ini penyidikan dan penuntutan melekat sebagai kewenangan komisi.
"Soal ini, kami keberatan. Tapi, masyarakat seharusnya lebih keberatan terhadap sikap itu," jelas Wakil Ketua KPK M. Jasin kemarin. Dengan kewenangan yang dimiliki selama ini, lanjutnya, kinerja KPK sudah amat baik.
Kewenangan itu tertuang dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. ''Masyarakat sudah sangat percaya dengan yang dilakukan komisi selama ini," ujarnya. Dia menegaskan bahwa upaya yang dilakukan KPK selama ini bukan semata-mata untuk komisi, melainkan untuk bangsa dan negara. "Apabila ada upaya seperti itu, seluruh lapisan masyarakat seharusnya keberatan," harapnya.
Menurut peneliti hukum ICW Febri Diansyah, pelemahan wewenang KPK tersebut disebabkan komisi selama ini dikepung berbagai kekuatan yang kontra pemberantasan korupsi. " Seharusnya KPK dilindungi undang-undang. Tapi, KPK justru dikepung berbagai kekuatan, di antaranya kebijakan yang koruptif dan anggota DPR yang anti pemberantasan korupsi," katanya kemarin.
Upaya pemandulan KPK tersebut sebelumnya mengemuka saat Indonesia Corruption Watch (ICW) membedah RUU Tipikor susunan pemerintah yang dibahas di DPR. Dalam draf itu muncul beberapa hal yang melemahkan gairah pemberantasan korupsi. Antara lain, penghilangan sifat kejahatan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa. Bukan hanya itu. Rancangan undang-undang juga tidak menyebutkan adanya hukuman minimal untuk tiap perbuatan korupsi yang diancam pidana. (git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 28 April 2009