Said Agil Dituntut Penjara 10 Tahun
Said merasa dizalimi.
Said Agil Husein al-Munawar, Menteri Agama periode 2001-2004, dituntut hukuman sepuluh tahun penjara dalam sidang perkara dugaan korupsi Rp 719 miliar Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin, jaksa penuntut umum Lanu Mihardja juga menuntut Said Agil membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan membayar biaya pengganti korupsi Rp 4,582 miliar.
Menurut jaksa, jika uang pengganti tersebut tidak bisa dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, harta benda Said Agil akan disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
Jaksa juga meminta agar pemblokiran uang Rp 652,78 miliar yang berada di luar rekening Dana Abadi Umat dibuka oleh penyidik untuk selanjutnya dimasukkan ke rekening tersebut.
Jaksa menilai Said Agil bersalah karena telah menyelewengkan Dana Abadi Umat dan BPIH untuk keperluan yang tidak semestinya atau di luar penyelenggaraan haji. Said justru menggunakan dana itu untuk membiayai perjalanan dinas anggota Komisi VI DPR, yang antara lain membidangi masalah agama, periode 1999-2004, memberikan sumbangan pernikahan kepada lebih dari 30 orang senilai Rp 142 juta lebih, biaya ongkos naik haji dan umrah sejumlah tokoh masyarakat, biaya perjalanan Said Agil dan keluarga ke sejumlah negara, biaya penyelesaian kasus Batu Tulis, dan sebagainya.
Selain itu, menurut jaksa, Said Agil telah mengeluarkan beberapa peraturan yang memungkinkan penggunaan Dana Abadi Umat untuk kepentingan di luar penyelenggaraan haji. Atas nama bantuan kegiatan melalui kebijakan Menteri Agama, kata jaksa Lanu.
Contoh paling mencolok dari peraturan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Agama Nomor 84/2001 yang menyatakan bahwa sasaran bantuan bidang sosial keagamaan meliputi bantuan kegiatan atas kebijakan Menteri Agama.
Akibatnya, uang Dana Abadi Umat telah dikeluarkan untuk kepentingan yang menyimpang, seperti bantuan kepada perorangan, kepentingan pribadi terdakwa, pembayaran honor dan insentif yang tidak patut, dan pengeluaran di luar kemaslahatan umat lainnya, kata jaksa.
Lanu menjelaskan bahwa Said Agil juga mengeluarkan aturan yang mengharuskan adanya potongan 10 persen atas hasil efisiensi BPIH. Potongan 10 persen tersebut digunakan untuk membayar tunjangan-tunjangan yang tidak patut kepada diri terdakwa dan mantan Direktur Jenderal BIPH Taufik Kamil, kata Lanu.
Seusai pembacaan tuntutan, Said Agil menyatakan bahwa semua tuntutan jaksa tidak benar. Saya tidak merugikan negara, kata Said Agil. Ini sangat zalim.
Menurut dia, pemberian dana taktis dan dana operasional ataupun kepergiannya bersama keluarga ke sejumlah negara sudah ada sejak dulu. Saya tidak foya-foya. Kalaupun pergi dengan keluarga, itu dalam rangka dinas, katanya.
M. Assegaf, pengacara Said, menambahkan bahwa yang berhak meminta pertanggungjawaban tentang kebijakan Menteri Agama adalah presiden. Selama presiden sebagai atasan tidak mempersoalkannya, itu harus diterima sebagai kebijakan yang benar, katanya. THOSO PRIHARNOWO
Sumber: Koran Tempo, 19 Januari 2006