Saksi Ahli: Korupsi RRI Rp 20 Miliar
Hakim mempertanyakan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saksi ahli Sudiro dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menerangkan, korupsi di Radio Republik Indonesia mencapai Rp 20 miliar. Kerugian negara terjadi dalam tiga proyek pengadaan suku cadang pemancar RRI untuk siaran Pemilu 2004.
Kesaksian itu disampaikan dalam sidang kasus penggelembungan dana tiga proyek itu, dengan terdakwa Direktur Administrasi dan Keuangan RRI Suratno, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin.
Kerugian didasari adanya selisih antara proses penandatanganan nilai kontrak dan nilai keseluruhan kontrak yang sebenarnya, ujar Sudiro dalam sidang yang dipimpin Mansyurdin Chaniago itu.
Perinciannya, pertama, surat kontrak nomor 1193 dengan nilai Rp 2 miliar. Padahal harga sebenarnya untuk nilai kontrak keseluruhan Rp 1 miliar lebih. Artinya, ada selisih Rp 249 juta.
Kedua, nomor kontrak 1206 dengan nilai Rp 20 miliar. Padahal nilai keseluruhan untuk kontrak hanya Rp 7 miliar, sehingga ada selisih Rp 13 miliar.
Ketiga, nomor kontrak 1232 dengan nilai Rp 21 miliar. Nilai keseluruhan kontrak hanya Rp 14 miliar, sehingga terdapat selisih Rp 7 miliar.
Menurut Sudiro, penelitian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ini didasari laporan yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi. Informasi juga didapat dari para kompetitor pengadaan barang pemancar RRI untuk siaran Pemilu 2004.
Keterangan Sudiro itu dipertanyakan hakim Dudu Duswara karena sumber penelitian hanya dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan kompetitor pengadaan barang. Apakah tidak terjadi konflik kepentingan? ujarnya.
Kami hanya menjalankan pemeriksaan berdasarkan laporan yang diberikan KPK, jawab Sudiro.
Hakim I Made Hendra pun menanyakan mengapa saksi tak mencoba mencari informasi dari pemenang tender atau pihak-pihak selain kompetitor.
Sudiro menjawab, Kewenangan kami terbatas, sehingga kalau kami mau menanyakan ke pengusaha lain, biasanya mereka tidak mau memberikan data.
Hendra kecewa. Anda mudah sekali menyatakan ada kerugian negara dengan data simpel seperti itu. Padahal ini menyangkut status terdakwa pada orang lain, katanya dengan nada tinggi. Karena itu, dia menilai keterangan saksi masih sumir.
Penasihat hukum terdakwa, Bambang Suryowidodo, menyatakan, dalam perincian biaya, Sudiro tidak memasukkan harga distribusi, instalasi, dan pengiriman pemancar ke daerah. Akibatnya, tampak ada penggelembungan dana. Bahan perhitungan itu berasal dari kompetitor yang punya kepentingan pribadi.
Pekan depan, jaksa berencana mengajukan saksi ahli J.B. Kristiadi. Semula, jaksa ingin mengajukan saksi ahli dari kalangan pengusaha, tapi ditolak hakim. Nanti sumir lagi, kata Hendra. RENGGA DAMAYANTI
Sumber: Koran Tempo, 26 Januari 2006