Saksi Sudutkan Kabiro Umum KPU; Sidang Korupsi Buku Rp 20 M
Dalam kasus korupsi pengadaan buku yang berpotensi merugikan negara Rp 20 miliar, Kepala Biro Umum KPU Bambang Budiarto akan makin sulit mengelak dari jerat hukum. Pada sidang di pengadilan Tipikor kemarin, saksi sekretaris proyek pengadaan buku Bakri Asnuri mengatakan, Bambang yang menjadi ketua panitia memerintahkan dirinya memanipulasi dokumen.
Bakri mengatakan, dirinya membuat surat-surat yang dibutuhkan setelah proyek selesai. Surat itu di antaranya berisi penjelasan kegiatan-kegiatan, padahal tidak pernah dilakukan.
Saya hanya diperintahkan Pak Bambang, kata Bakri. Menurut dia, surat-surat fiktif itu dibuat setelah proyek selesai sekitar April 2004. Surat itu tidak diberi tanggal, kemudian tanggalnya dimundurkan.
Seharusnya, lanjut dia, surat-surat itu dibuat sebelum proyek dilaksanakan pada Februari 2004. Misalnya, surat prakualifikasi tender, perintah menaikkan HPS tidak sesuai perhitungan konsultan alias mark up atau kemahalan harga.
Dia menambahkan, dirinya tidak berhubungan langsung dengan mantan Sekjen KPU Safder Yusaac yang juga menjadi terdakwa korupsi proyek itu. Tapi, ada dua orang yang datang kepadanya yang mengatakan telah bertemu Safder Yusacc dan Bambang. Mereka adalah Muslim Hasan, makelar, dan Irsal Yunus dari PT Perca.
Seperti diberitakan, Safder dan Bambang didakwa melakukan tindak pidana korupsi Rp 20 miliar dalam proyek buku. Selain itu, sang makelar proyek Tjetjep Harefa juga dijadikan tersangka dalam kasus ini (berkas dipisah). Menurut tim JPU yang terdiri atas Endro Wasistomo, I Kadek Wiradana, dan Edy Hartoyo, sejak awal proyek itu telah menyimpang dari aturan.
Di antaranya proyek dilakukan tanpa tender, tapi dengan penunjukan langsung. Selain itu, orang atau perusahaan yang ditunjuk lalu mensubkontrakkan pada perusahaan lain sehingga bisa mendapatkan untung tanpa melakukan pekerjaan.
Atas proyek itu, uang pun mengalir deras ke kantong rekanan yang bekerja tidak sesuai dengan aturan tersebut. Di antaranya Tjejep Harefa yang hanya menjadi makelar dan tidak melakukan kerja apa pun menikmati uang Rp 12 miliar. Begitu juga Muslim Hasan yang menikmati uang Rp 2,9 miliar. Dari proyek itu, Bambang juga ikut untung dengan mendapat uang Rp 665 juta dari Muslim. (lin)
Sumber: Jawa Pos, 6 Desember 2005