Sangat Mahal bagi Si Pencuri Bawang
Putusan Pengadilan Negeri Serang, Banten, yang menjatuhkan hukuman delapan bulan bagi dua kuli panggul yang mencuri bawang merah 10 kilogram pada tanggal 5 Juli lalu menyentak rasa keadilan di negeri ini.
Bagaimana tidak, pada hari yang sama di pengadilan negeri setempat beberapa mantan anggota DPRD Provinsi Banten, yang dituduh telah melakukan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2003 sebesar Rp 14 miliar, dituntut hukuman penjara 1,5 tahun. Mereka antara lain adalah Udin Janahudin, Marjuki Raili, dan M Muchlis.
Udin Janahudin dan kawan-kawan merupakan bagian dari 75 anggota DPRD Banten yang tersangkut kasus korupsi Rp 14 miliar. Mantan anggota DPRD Banten yang sudah dijatuhi hukuman dalam perkara yang sama sekitar bulan lalu adalah Aap Aptadi.
Aap divonis 12 bulan penjara, sedangkan empat mantan anggota DPRD lainnya, yakni Effendi Yusuf Sagala, Dahmir Tampubolon, Rudi Korua, dan Malik Komet, divonis 15 bulan penjara. Mereka dinyatakan bersalah turut menikmati uang hasil korupsi dana tak tersangka APBD Banten 2003 Rp 14 miliar, dalam bentuk tunjangan perumahan, masing-masing Rp 135 juta.
Tidak adil
Jika masing-masing mantan anggota DPRD yang melakukan korupsi bareng-bareng dana APBD dijatuhi hukuman 15 bulan, sedangkan dua kuli panggul yang secara bersama-sama dituduh mencuri bawang merah 10 kilogram (senilai sekitar Rp 60.000) dijatuhi hukuman delapan bulan, memunculkan pertanyaan akan rasa keadilan.
Kamis lalu, dengan langkah gontai, Saprudin (18) dan Mulyadi (23), kedua kuli panggul itu, meninggalkan sebuah ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Mereka kemudian dipenjara di Rumah Tahanan (Rutan) Serang.
Hari itu keduanya divonis hukuman penjara masing-masing delapan bulan. Putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim Teti SR karena mereka secara bersama-sama mencuri 10 kilogram bawang merah.
Sebelumnya, jaksa Mukhlis mengajukan tuntutan pidana penjara selama 10 bulan. Sebab, menurut jaksa, baik Saprudin maupun Mulyadi terbukti telah melakukan pencurian.
Sungguh kami tidak melakukannya. Waktu itu saya justru mengantar Saprudin untuk mengembalikan bawang merah ke Pak Muhlisin (pedagang sayuran), kata terpidana Mulyadi dengan menggunakan bahasa Jawa dialek Serang, Jumat kemarin.
Ia kemudian menceritakan kronologi penangkapan dan proses hukum yang telah dijalani. Pada awal bulan Maret lalu Saprudin ikut membongkar sayuran milik Muhlisin di Pasar Anyar, Serang.
Saat itu ia melihat salah seorang teman, sesama kuli lainnya, mengambil satu kantong plastik bawang merah dan menyimpannya di sebuah mobil angkutan umum jurusan Cinangka.
Saprudin kemudian mengambil kembali bawang merah dan membawanya saat bermalam di rumah kos Mulyadi di daerah Rokal, Cilegon.
Keesokan paginya Saprudin meminta Mulyadi untuk mengantarnya ke Pasar Anyar. Merasa sebagai teman, Mulyadi kemudian mengantar Saprudin sambil membawa bawang merah.
Rencananya memang bawang merah itu akan dikembalikan lagi kepada Muhlisin. Namun, keduanya justru lebih dulu dianggap sebagai pencuri bawang.
Sebenarnya saya ingin jujur dalam persidangan, tetapi takutnya kalau bersaksi sesuai dengan apa yang saya alami, malah jadi tambah ribet. Makanya, kami iya kan saja dakwaan jaksa, kata Mulyadi.
Pengakuan ayah satu anak itu berbeda dengan kronologi yang tertuang dalam berkas acara pemeriksaan polisi. Berkas yang disimpan panitera itu menyebutkan, Mulyadi, Saprudin, dan Masdani merencanakan pencurian sayur-mayur di rumah kos Mulyadi pada 5 Maret.
Keesokan harinya ketiga pria itu berangkat ke Pasar Anyar dengan mengendarai sepeda motor milik Mulyadi.
Sesuai dengan kesepakatan, Masdani bertugas mengambil barang curian, sedangkan dua lainnya mengawasi situasi. Masdani kemudian mengambil satu kantong plastik berisi 10 kilogram bawang merah, saat si pedagang sibuk membongkar kiriman sayuran.
Saprudin dan Mulyadi tertangkap dan ditahan di Markas Kepolisian Sektor Anyar. Namun, hingga saat ini Masdani belum tertangkap dan menjadi buronan polisi.
Berbelit-belit
Setelah peristiwa itu, kedua tersangka beserta keluarga berupaya untuk berdamai dengan Muhlisin selaku korban pencurian. Mereka telah mengembalikan 10 kilogram bawang merah yang bernilai sekitar Rp 60.000.
Selain itu, Saprudin dan Mulyadi juga telah meminta maaf kepada Muhlisin. Bahkan, mereka telah membuat surat perjanjian damai yang ditandatangani kedua belah pihak.
Saya sendiri menyaksikan saat perdamaian dibuat. Semua pihak sudah tanda tangan, ujar Mastura, ayah Mulyadi.
Meski perdamaian sudah dibuat, polisi tetap mengusut kasus pencurian tersebut. Hingga pada pertengahan April lalu, kasus pencurian 10 kilogram bawang merah mulai disidangkan.
Menurut catatan panitera PN Serang, Saprudin dan Mulyadi sudah 13 kali mendatangi PN. Namun, mereka hanya mengikuti tujuh kali persidangan. Sebab, selama ini enam sidang gagal digelar karena jaksa tidak datang. Bahkan, sebelum hakim menetapkan putusan, jaksa penuntut umum telah berganti orang.
Para panitera juga menilai sidang kasus pencurian kali ini merupakan persidangan terpanjang karena harus melalui tujuh kali sidang. Umumnya, kasus pencurian kecil hanya melalui dua sampai tiga kali sidang.
Sehari setelah persidangan, kedua orangtua Mulyadi belum tahu bahwa hakim menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara. Kami belum mendengar kabar itu. Tapi, kalau memang benar dihukum delapan bulan, itu tidak adil. Anak saya sudah damai dengan korban dan korban sudah tidak mempermasalahkan. Surat perdamaian juga sudah diserahkan kepada jaksa, ujar Mastura, ayah Mulyadi.
Selama Mulyadi ditahan, ayah enam anak itu memang baru dua kali membesuk ke Rutan Serang. Mastura juga tak selalu mengikuti sidang perkara pencurian bawang merah.
Maklum saja, ongkos transportasi menuju rutan atau PN Serang memang tergolong mahal. Ia harus mengeluarkan uang sekitar Rp 20.000 untuk ongkos pergi-pulang. Mau bagaimana, cari uang Rp 10.000 saja susah, kata Mastura.
Selama ini ia memang bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah tidak menentu. Itu pun tidak setiap hari ia bisa mendapat pekerjaan. Padahal, saat ini ia harus membiayai istri beserta tiga anak dan seorang cucu yang dititipkan oleh Mulyadi.
Putusan delapan bulan penjara memang memberatkan bagi keluarga kedua kuli panggul itu. Setidaknya mereka merindukan Mulyadi dan Saprudin. (Anita Yossihara)
Sumber: Kompas, 7 Juli 2007