Satgas Desak KPK Selidiki Rekening Jenderal Polisi
Dana Rp 95 M Diduga Gratifikasi atau Hasil Korupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa elemen antikorupsi lain sore kemarin (16/6) melaporkan rekening mencurigakan ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Rekening berisi uang Rp 95 miliar tersebut diduga milik perwira tinggi (pati) Polri atau jenderal berinisial BG.
Satgas berjanji akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kapolri untuk mengusut kasus tersebut. Sekretaris Satgas Denny Indrayana menyatakan pihaknya mendorong KPK agar bisa lebih cepat memproses.
Selain itu, satgas selalu mengoordinasikan kasus-kasus aktual dengan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. ''Pada saatnya, masalah itu akan kami komunikasikan,'' kata Denny saat ditemui di kantornya kemarin.
Terkait masalah rekening tersebut, lanjut dia, sebenarnya satgas sudah mendapatkan beberapa data. Namun, data awal itu kebanyakan didapatkan dari surat kaleng. Karena itu, pihaknya akan mencocokkan data yang diberikan ICW tersebut.
Menurut Denny, sebenarnya tidaklah terlalu sulit untuk membuka apakah rekening tersebut benar atau menyimpang. Dia menyebutkan, hal itu bisa dikroscek dengan kasus-kasus yang ditangani perwira yang bersangkutan dengan rentang waktu yang relatif kurang lebih sama.
''Misalnya, ada transfer dari perusahaan apa. Apakah perusahaan itu punya kasus hukum yang kemudian diduga memberikan gratifikasi kepada BG atau tidak. Saya tidak melihat kasus itu sulit dibuktikan,'' papar Denny.
Yang menjadi tantangan, lanjut dia, biasanya terkait dengan pati Polri lainnya. Selanjutnya, yang penting, ada saatnya masalah itu dikomunikasikan dengan Kapolri.
Dalam kasus tersebut, ungkap dia, satgas hanya bisa mempelajari data. Satgas menghormati peran dan tugas masing-masing instansi. Dalam UU juga diatur bahwa satgas tidak bisa mengakses data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). ''Doakan saja mudah-mudahan minggu depan sudah ada perkembangan,'' katanya.
Dalam pertemuan itu, Ketua Divisi Investigasi ICW Tama S. Langkun meminta satgas bekerja sama dengan KPK. Menurut dia, hal itu bisa menjadi momentum. Sebab, jumlah uang dalam rekening tersebut mencurigakan. ''Sementara Rp 95 miliar. Bukan cuma jumlah rekening (yang mencurigakan), tapi juga transaksinya,'' terangnya.
Dia lantas menyinggung keterangan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi beberapa waktu lalu bahwa rekening Rp 95 miliar milik BG tersebut berasal dari kegiatan legal yang tidak melanggar hukum. BG, kata Ito, mendapatkan uang tersebut dari usaha.
Namun, ICW mengkritisi penyataan Ito. Tama lalu menjelaskan, pasal 5 ayat d dan f PP No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri menyebutkan bahwa anggota Polri dilarang bekerja sama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara.
Anggota Polri, lanjut dia, juga dilarang memiliki saham modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya. ''Artinya, legal atau tidak bisnis yang dilakukan aparat kepolisian tetap melanggar hukum,'' tegasnya.
Selain itu, kata Tama, jika memang uang tersebut benar-benar legal, sang pemilik harus melaporkan harta kekayaannya itu ke KPK. Padahal, berdasar laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) per 10 Maret 2010, kekayaan BG yang dilaporkan Rp 4,68 miliar. Tama menilai, jumlah yang sangat jauh itu menunjukkan bahwa BG tidak melaporkan seluruh kekayaannya.
Dari beberapa petunjuk tersebut, ICW menduga BG telah bertindak pidana korupsi dan gratifikasi. ''Karena itu, kami mendorong satgas, KPK, dan PPATK untuk mengusut bisnis-bisnis yang dilakukan anggota Polri,'' tegasnya. (kuh/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 17 Juni 2010