Satgas Minta Tuntaskan Kasus Pajak Asian Agri
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum gerah karena terkatung-katungnya penanganan kasus penggelapan pajak Asian Agri. Satgas pimpinan Kuntoro Mangkusubroto itu kembali menjadwalkan pertemuan dengan penyidik Ditjen Pajak Kemenkeu untuk memantau perkembangan penanganan kasus tersebut.
"Sudah disiapkan surat kepada Menkeu," kata Darmono, anggota satgas tersebut, di Jakarta kemarin (19/5). Dalam surat itu, satgas meminta penyidik melaksanakan kesepakatan antara penyidik pajak, jaksa penuntut umum (JPU), dan satgas saat gelar perkara 31 Maret lalu.
Dalam gelar perkara itu, disepakati penyidik Ditjen Pajak harus merampungkan empat berkas perkara dalam waktu 14 hari, lalu melimpahkannya ke Kejaksaan Agung. "(Berkas perkara, Red) wajib diselesaikan sampai tenggat yang disepakati itu," terang Darmono yang juga menjabat wakil jaksa agung tersebut.
Sebelumnya, satgas mendorong penyelesaian kasus Asian Agri dengan meminta Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kamal Sofyan menagih empat berkas perkara yang dijanjikan (Jawa Pos, 11/5). Itu terjadi setelah penyidik hanya melimpahkan tiga berkas perkara. "Kami minta penyidik serius dalam menanganinya," tegas pria kelahiran Klaten, Jateng, tersebut.
Tiga berkas perkara itu dilimpahkan ke Kejagung pada 22 April lalu. Berkas-berkas tersebut diatasnamakan tersangka berinisial SL, EL, dan LR. Namun, karena belum dinyatakan lengkap (P-21), berkas itu harus dikembalikan kepada penyidik pajak. "Sebab, memang masih ada kekurangan," papar dia.
Penyidikan kasus penggelapan pajak Asian Agri memang membutuhkan waktu panjang. Kasus pajak perusahaan milik Sukanto Tanoto itu ditangani Ditjen Pajak sejak Januari 2007. Namun, berkas perkara tersebut selalu bolak-balik dari penyidik pajak ke JPU Kejagung.
Penyidik pajak telah menetapkan 12 tersangka. Dua di antaranya termasuk dalam empat berkas yang diminta untuk segera dituntaskan. Yakni, berkas SL (Jakarta Regional Office Asian Agri) dan EL (corporate affairs director Asian Agri). (fal/c11/agm)
Sumber: Jawa Pos, 20 Mei 2010