’’Saya Tak Pernah Jual Beli Kasus...’’
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Ito Sumardi kesandung masalah. Dia disebut-sebut menerima uang sebesar 50 ribu dolar AS (sekitar Rp 450 juta) dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Informasi yang berkembang, uang itu diberikan agar kasus yang melibatkan Nazaruddin di Kementerian Kesehatan ditangani oleh kepolisian, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus di Kementerian Kesehatan yang diduga melibatkan Nazaruddin adalah proyek pengadaan alat bantu pendidikan bagi dokter/spesialis di 17 rumah sakit daerah senilai Rp 455 miliar. Kasus ini pernah disidik KPK, juga Bareskrim. Namun KPK kemudian ’’melepasnya’’ ke polisi. Ternyata, kasus ini mandek tak jelas nasibnya.
Penyidik KPK dilaporkan menemukan catatan pengeluaran perusahaan-perusahaan milik Nazaruddin saat menggeledah kantor tersangka kasus suap proyek wisma atlet itu di Tower Permai, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 22 April lalu. Penggeledahan dilakukan sehari setelah penangkapan Mindo Rosalina Manullang, anak buah Nazaruddin.
Dalam penggeledahan itu dikabarkan penyidik KPK menemukan memo pengeluaran Nazaruddin untuk Ito. Memo pengeluaran itu adalah satu dari sejumlah bukti yang disita KPK. Dalam catatan itu, Ito disebut menerima 50 ribu dolar AS.
Sejumlah pengeluaran juga merujuk pada kesatuan yang dipimpin Ito. Besarnya bahkan mencapai sekitar Rp 875 juta. Kendati demikian, KPK tidak membenarkan mengenai temuan barang bukti tersebut.
Ito juga menyangkal tudingan tersebut. Dia menyatakan tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Nazaruddin. Namun Ito mengakui mengenal Nazaruddin dan sepupunya, Muhammad Natsir. ”Demi Allah, saya tidak pernah jual beli kasus. Saya punya harga diri. Biarlah waktu yang buktikan,” kata Ito, kemarin.
Menurutnya, tudingan itu merupakan fitnah yang sangat melukai hatinya.
”Saya tidak tahu bagaimana sampai ada catatan itu, mungkin saja ada rencana untuk memberikan tapi tidak jadi memberikan.”
Ito mengaku telah menghadap Kapolri Jenderal Timur Pradopo terkait dengan masalah tersebut. ”Saya sudah menyampaikan kepada pimpinan.”
Dia menyatakan siap diperiksa oleh internal Polri dan siap jika harta kekayaannya ditelusuri oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dengan syarat pemeriksaan kasus ini tidak melebar. ”Tapi terkait dengan kasus ini. Jangan dicari-cari yang lain, kami kan juga punya simpanan. Kalau terkait masalah ini, saya siap,” ujarnya.
Temui Ade Rahardja
Terpisah, KPK membenarkan bahwa Ito Sumardi pernah menemui Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Ade Rahardja. Pertemuan tersebut untuk koordinasi pengusutan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
’’Pak Ito memang pernah ke sini bertemu Pak Ade dan jajarannya. Saya kurang tahu persis kapan,’’ kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP di kantornya, Senin (4/7).
Menurutnya, seperti halnya KPK, Polri juga tengah melakukan penyidikan kasus korupsi di Kemenkes. Pertemuan antara Ito dan Ade untuk membicarakan pertukaran data dan informasi dalam kasus tersebut.
’’Pertemuan membahas tentang beberapa kasus di kepolisian yang berkaitan dengan KPK. Sifat pertemuan itu supervisi, di antaranya adalah kasus alat kesehatan,” ujarnya.
Dia menegaskan, kunjungan Ito ke kantornya adalah hal yang wajar. Pembahasan kasus antara KPK dan Polri bukan hal istimewa karena menjadi bagian dari koordinasi dan supervisi. ”Bukan hal baru. Petingginya sering datang. Artinya KPK sering ke Polri juga. Kita kan punya visi supervisi,” ujarnya.
Namun Johan mengaku tidak tahu secara detail kasus yang dibahas keduanya. ”Di kepolisian memang lagi penyidikan (kasus Kemenkes). Dalam kaitan ini KPK men-support data. Ini fungsi supervisi dan tidak hanya satu kasus,” kata Johan.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa Ito pernah menemui Ade pada April lalu terkait penyitaan dokumen dari gedung Tower Permai. Di gedung tersebut terdapat kantor PT Anak Negeri yang merupakan kantor Nazaruddin.
Dokumen yang disita mengenai bukti pemberian dana yang diduga mengalir ke Ito Sumardi. Aliran dana itu diduga dimaksudkan agar Bareskrim Polri berkenan mengambil alih penanganan kasus korupsi di Kemenkes yang ditangani oleh KPK. (K24,J13-43)
Sumber: Suara Merdeka, 5 Juli 2011