SBY Minta Perwira Polisi Pemilik Rekening Mencurigakan Diberi Sanksi
Pilih Mediasi lewat Dewan Pers, Polri Batal Pidanakan Tempo
Rencana Mabes Polri menggugat majalah Tempo secara pidana dan perdata terkait laporan soal rekening perwira (jenderal) dan sampul bergambar karikatur babi, tampaknya, urung dilakukan. Sikap Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri mulai melunak.
Kapolri menyatakan tidak akan memidanakan Tempo dan akan menempuh jalur di luar pengadilan. Polri lebih memilih mediasi melalui Dewan Pers terkait dengan pemberitaan dugaan rekening bermasalah para perwira Polri.
''Enak kan kalau win-win (win-win solution, Red). Kami akan menyelesaikan dengan baik,'' kata Bambang setelah rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (5/7).
Masalah rekening Polri, ungkap dia, juga akan diselesaikan dulu di internal institusi (kepolisian). Sikap Polri tersebut bertolak belakang dengan sebelumnya. Saat memimpin upacara HUT Ke-64 Bhayangkara pada 1 Juli lalu, Bambang dengan tegas menyatakan tersinggung oleh karikatur babi yang dibuat Tempo. Polri bahkan sudah berancang-ancang untuk memasukkan berkas laporan ke Bareskrim.
Berbagai kalangan mengecam sikap reaksioner Mabes Polri tersebut. Mereka beranggapan Polri seharusnya melihat laporan dan karikatur majalah Tempo itu sebagai kritik untuk berbenah secara internal. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai karikatur Tempo sebagai produk pers. Jadi, solusinya adalah melalui mediasi di Dewan Pers, bukan gugatan pidana.
Mantan Ketua Dewan Pers Prof Ichlasul Amal justru menganggap rencana Polri menggugat Tempo sangat berlebihan. ''Kalau terus reaksioner seperti itu, masyarakat bisa antipati,'' tegasnya ketika itu. ''Kesannya kok takut pada media. Lagi pula, cover Tempo bukan foto, tapi karikatur. Secara hukum, saya kira itu tidak bisa dituntut,'' lanjutnya.
Ada dugaan, rencana Polri untuk menggugat Tempo itu batal karena ''intervensi'' istana. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah meminta agar perwira polisi yang memiliki rekening mencurigakan diberi sanksi tegas. SBY mengaku menerima banyak pesan singkat (SMS) dari masyarakat yang mengkhawatirkan kasus tersebut. Karena itu, dia meminta agar kasus tersebut ditelusuri hingga tuntas.
''Sangat banyak SMS yang masuk ke saya. Tolong ditanggapi, tolong diselesaikan, tolong dikelola dengan baik. Kalau memang ada yang termasuk wilayah pelanggaran hukum, tolong diberi sanksi. Kalau tidak, ya jelaskan,'' tegas SBY kemarin.
Dia juga meminta agar kepolisian menjelaskan duduk perkara kasus yang melibatkan banyak perwira polisi itu. ''Prinsipnya, yang salah dihukum dan yang tidak salah ya tidak dihukum,'' katanya. SBY berjanji tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung.
Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menambahkan, jalan terbaik yang harus ditempuh kepolisian adalah melalui hak jawab dan Dewan Pers. ''Memang, langkah yang tepat adalah dengan hak jawab dan Dewan Pers,'' ujarnya. Dia menyatakan, penggunaan hak jawab dan mediasi di Dewan Pers merupakan langkah hukum yang tepat dan sesuai dengan UU Pers.
Di tempat terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menyatakan bahwa Polri akan memenuhi kaidah UU Pers. ''Kita ikuti dong aturan mainnya,'' tegas jenderal polisi berbintang dua itu.
Terkait dengan perkembangan penyelidikan internal, kata dia, saat ini masih masuk tahap klarifikasi. ''Nanti, barangkali ada kebijakan, kalau memang sudah selesai, diinformasikan ke publik. Tapi, saya belum tahu waktunya,'' ujar mantan tenaga ahli Lemhanas tersebut.
Bagaimana dengan usul agar KPK campur tangan dalam menyelidiki dugaan transaksi mencurigakan dalam rekening milik perwira polisi? Edward hanya menanggapi santai. ''Ada mekanismenya ya. Kalau sesuai aturan, ya silakan saja,'' ungkapnya diplomatis.
Di Senayan, Jakarta, Fraksi PDIP mengusulkan agar Komisi III DPR segera memanggil Kapolri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ketua DPP PDIP Sidharto Danusubroto menuturkan, harus ada upaya proaktif dari Polri dan PPATK untuk menjelaskan duduk perkara rekening mencurigakan tersebut. ''Perlu RDP (rapat dengar pendapat, Red) gabungan di DPR untuk kejelasan,'' ujarnya dalam keterangan pers kemarin.
Mantan ajudan Presiden Soekarno itu menyatakan, jika petinggi Polri terbukti memiliki rekening mencurigakan, giliran jaksa agung yang harus turun tangan. Sesuai UU Pajak, setiap orang wajib melaporkan harta dan kekayaan yang dimiliki tanpa kecuali. ''Jika kita tidak melaporkan pajak yang sebenarnya, itu pidana. Menjadi tugas jaksa untuk menuntut,'' tegas Sidharto.
Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menyatakan, isu adanya rekening mencurigakan milik para pejabat Polri itu sudah lama beredar. Sejak Kapolri dijabat Jenderal Pol Soetanto, isu tersebut sudah muncul. Namun, saat itu sama sekali tak terklarifikasi. ''Saya kira sudah saatnya Kapolri terbuka kepada publik,'' katanya.
Namun, sebelum membuka, Kapolri disarankan untuk membentuk tim internal lebih dulu. Tim tersebut harus melibatkan Kompolnas dan bertugas menyelidiki kebenaran rekening perwira Polri yang berasal dari data PPATK. Komisi III DPR, lanjut Tjahjo, bisa membentuk panitia kerja (panja) untuk kasus tersebut. ''Kuncinya ada pada ketegasan dan keseriusan Kapolri,'' tegasnya.
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifudin juga mendorong upaya pembentukan tim independen kasus rekening mencurigakan. Tim itu nanti berisi gabungan para penegak hukum ditambah tokoh masyarakat yang punya kredibilitas tinggi. ''Citra polisi harus segera dikembalikan. Kalau tidak, akan menjadi rumor dan berkembang menjadi opini negatif di masyarakat,'' ungkapnya.
KPK, tutur dia, mau tidak mau harus terlibat. Jika saat ini terdapat indikasi korupsi, KPK bertugas menegakkan hukum sesuai fungsi dan tugasnya. ''Dengan sendirinya, KPK ya harus terlibat,'' tuturnya. (sof/rdl/bay/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 6 Juli 2010