Seharusnya DPRD Mengkritisi, Bila 6% Lebih dari PAD; Pengajuan Dana Kaveling Melebihi Batas Ketentua
Pengajuan dana kaveling sebesar Rp 33,75 miliar dinilai ada kejanggalan dan seharusnya permohonan tersebut tidak diajukan. Apalagi, jika dikaitkan bahwa DPRD sebagai fungsi pengawas, pengajuan anggaran dana kaveling yang ternyata melebihi batas ketentuan anggaran yaitu 6% lebih dari PAD, seharusnya dikritisi.
Demikian pula dalam hal pencairan dana kaveling pada dasarnya merupakan peran dari tim anggaran eksekutif, sedangkan tim anggaran dari DPRD hanya memberi masukan atas permohonan dari seluruh anggota dewan.
Demikian diungkapkan salah seorang saksi Mahmud Jamil anggota DPRD Fraksi Golkar, yang juga anggota panitia anggaran DPRD pada periode 1999-2004 pada sidang lanjutan kasus dana kaveling di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (16/2).
Sidang yang dipimpin hakim ketua Hj. Marni Emmy Mustafa, S.H., dengan terdakwa mantan wakil ketua DPRD Jabar Drs. H. Kurdi Moekri menghadirkan saksi Mahmud Jamil, Sutisna Karnadipura (Ketua F-TNI/Polri), dan Hasan Zaenal Abidin (Ketua Fraksi PPP).
Mahmud menjelaskan, pada dasarnya dewan mendapatkan anggaran tiap tahunnya tidak melebihi 6% dari pendapatan asli daerah (PAD) Jabar. Namun, ia mengakui kalau pada saat dana kaveling dianggarkan melebihi 6% dari PAD.
Namun, ketika ditanya hakim anggota Herman Hutapea, S.H., kaitannya dengan salah satu fungsi DPRD sebagai pengawas anggaran Mahmud mengaku, memang ada kejanggalan dan seharusnya permohonan dana kaveling itu tidak diajukan.
Di sisi lain, Mahmud pun mengakui kalau anggaran untuk DPRD tersebut seharusnya dimasukan pada pos anggaran 221 bukan pada 214. Memang kalau melihat pada fungsi DPRD sebagai pengawas anggaran, adanya kelebihan anggaran belanja dewan itu seharusnya dikritisi, katanya.
Kebiasaan
Mahmud Jamil mengungkapkan, dasar awal adanya dana kaveling melihat kebiasaan dari anggota dewan sebelumnya yang mendapat dana kaveling tiap akhir jabatan. Dari dasar itulah, kemudian diwacanakan di tingkat panitia musyawarah (panmus) yang anggotanya terdiri dari pimpinan dewan, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi.
Hasil rapat tersebut oleh pimpinan fraksi disampaikan ke anggota yang pada akhirnya membuahkan surat permohonan anggota dewan mengenai dana kaveling untuk disampaikan ke gubernur melalui pimpinan DPRD. Dari pembicaraan pimpinan DPRD dan pimpinan eksekutif, gubernur menyetujuinya dan secara teknis dibahas pada tim anggaran eksekutif dan panitia anggaran DPRD.
Dari hasil pembahasan itu komisi APBD 2001 merekomendasikan bahwa dana kaveling dimungkinkan untuk dianggarkan karena tidak mengganggu belanja rutin maupun belanja pembangunan. Kalau melihat proses, saya anggap tidak salah anggota DPRD mendapat dana kaveling karena anggota DPRD sebelumnya juga sama mendapatkan, ungkap Mahmud Jamil yang pada saat pembahasan menjadi anggota panggar DPRD.
Saksi lainnya, Ketua FPP, Hasan Zaenal mengaku pihaknya bersama anggota fraksi PPP mengajukan dana kaveling kepada gubernur melalui pimpinan. Ia juga mengaku bersama anggota fraksi lainnya mendapatkan dana kaveling sebesar Rp 250 juta per orang.
Namun, proses dan pembahasan dana kaveling itu sendiri Hasan mengaku tidak tahu karena masalah itu dibahas di tingkat pimpinan dewan dengan eksekutif dalam hal ini gubernur. (A-113)
Sumber: Pikiran Rakyat, 17 Februari 2005