Sekjen MK, Janedri M Gaffar; Pengembali ’’Uang Persahabatan’’ yang Dikenal Bersih
Rambutnya dipotong kribo mirip Gito Rollies. Lengan bajunya digulung hampir sampai ketiak mirip John Travolta. Itulah gambaran Janedri M Gaffar muda di mata teman kuliahnya di Universitas Sebelas Maret Solo. Nama Janedri menjadi sorotan setelah mengembalikan ’’uang persahabatan’’ dari Mohammad Nazaruddin, politikus Partai Demokrat. Padahal, ketika
menjadi juru tulis di papan saat voting pemilihan presiden pada 1999, yang dimenangkan KH Abdurrahman Wahid, masyarakat nyaris tak memperhatikannya.
’’YA, Mas, piye kabare? Ojo panggil pak dong, kita kan tunggal guru satu almamater.’’ Kalimat ramah di ujung telepon seluler itu keluar dari Janedri M Gaffar, Sekjen Mahkamah Konstitusdi (MK). Lulusan Jurusan Administrasi Negara UNS angkatan tahun 1982 ini tetap bersahabat dan terkesan tidak menyeleksi siapa yang menelepon meski sudah belasan tahun tidak berhubungan.
Pejabat tinggi di MK yang terbiasa sampai kantor di Jl Medan Merdeka Barat No 6 Jakarta Pusat sebelum jam 08.00 ini memang dikenal ramah dan sering bergurau ataupun sharing dengan anak buahnya, termasuk wartawan.
Namun, semalam, karena harus memimpin rapat terpaksa pembicaraan soal masa kuliah itu diputus. Terlebih ketika disinggung mengenai santernya pemberitaan dirinya yang mengembalikan ’’uang persahabatan’’ pemberian Mohammad Nazaruddin, yang baru saja dicopot dari posisinya sebagai Bendahara Umum
DPP Partai Demokrat. Kasus itu diungkapkan Ketua MK, Mahfud MD, tak lama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KKN) mengungkap kasus suap proyek wisma atlet, yang diduga juga melibatkan Nazaruddin.
Setelah Mahfud mengungkapkan pengembalian ’’uang persahabatan’’ itu Janedri memang membatasi diri untuk berbicara, terutama jika dikaitkan dengan kasus yang membelit politikus Partai Demokrat itu. Dia ingin membiarkan semuanya bergulir sesuai muaranya. Kasus gratifikasi dan dugaan KKN biarlah ditangani KPK. Sementara menyangkut kode etik biarlah Nazaruddin ditangani Dewan Kehiormatan DPR dan internal partainya.
’’Saya mohon teman media kalau mau meng-quote itu pernyataan saya kemudian diberitakan yang utuh, jangan sepengal-sepenggal. Saya seharusnya banyak diam. Yang mengeluarkan statemen sebaiknya bapak ketua (Ketua MK) dan presiden,’’ kata pria kelahiran Yogyakarta 25 Oktober 1963 ini beberapa waktu lalu.
Dikenal Tekun
Sejak kuliah lelaki berdarah Minang ini memang dikenal tekun. Dia lebih memilih mengikuti diskusi HMI ketimbang menonton film bersama teman sekosnya di Petoran, tak jauh dari kampusnya di Kentingan Solo.
’’Sejak kuliah dia bersih, dalam arti benar hidupnya, disiplin, meski ke mana-mana jalan kaki atau pinjam motor teman,’’ kata Kholid Anwar, teman akrabnya semasa kuliah.
Kholid yang kini tinggal di Kebumen tidak kaget kalau Janedri, yang pernah menjadi Ketua I Senat Fsisip UNS 1983-1984, rela mengembalikan gratifikasi dari Nazaruddin. Jauh hari sebelum kasus ini mencuat Janedri pernah menceritakan adanya hadiah uang yang sering ditawarkan kepada dirinya. Namun semuanya ditolak.
’’MK itu diibaratkan seperti wasit sepakbola. Kalau ada permainan uang, itu biasanya ada di level penendang bola dan kiper lawan. Jadi, kalau mempengaruhi MK terlalu panjang jalannya,’’ kata Kholid yang mantan Ketua Badan Perwakiln Mahasiwa (BPM) Fisip UNS ini.
Janedri muda kala itu berambut kriting dan dipotong kribo model Dedy Stanzah atau Gito Rollies. Kesukaannya mengenakan celana bagy, berpaha besar dan di ujung kakinya mengerucut, dipadukan dengan sepatu kets putih dan baju kotak-kotak yang digulung hampir sampai ketiak. ’’Gayanya mirip bintang film dan penari tahun 80-an, Jhon Travolta,’’ kata Kholid mengenang.
Janedri memulai kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil Biro Majelis, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1989. Orang mungkin tidak terlalu memperhatikan sosoknya ketika menjadi juru tulis di papan saat voting pemilihan Presiden Abdurrahman Wahid. Karirnya melonjak tajam dan pernah menerima penghargaan Satya Lencana 10 (1999) dan Satya Lencana (2008). Ayah dua anak yang masih suka datang ke acara reuni teman kampusnya ini diberikan amanah sebagai Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal MK periode Agustus 2003 - Januari 2004, kemudian diangkat penuh hingga saat ini.
Janedri yang lulusan SMA Negeri 1 Madiun, pada 1990 menjabat Pjs Kepala Subbagian Lisdata Bagian Pertahanan dan Keamanan Biro Majelis MPR. Setelah lima tahun, Janedri diangkat menjadi Kepala Bagian Pertahanan dan Keamanan Biro Majelis MPR.
Wisudawan Terbaik FISIP UNS angkatan XXV tahun 1987 itu juga pernah menduduki posisi sebagai Tenaga Pengkaji Kemajelisan Bidang GBHN Biro Majelis MPR dan Pada 2001 resmi menjabat sebagai Kepala Pusat Pengkajian Kemajelisan MPR.
Saat Mahkamah Konstitusi berdiri pada 13 Agustus 2003 dia dipercaya sebagai Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal. Pada 19 Agustus 2004, Janedri resmi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK hingga sekarang.
Alumnus SD Angkasa Iswahyudi dan SMP Negeri Maospati Madiun ini tidak puas dengan pendidikannya sampai S1, Janedri pun melanjutkan ke Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Kekhususan Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. Saat ini dia tengah menyelesaikan program doktoral (S3) Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro. (Wahyu Atmaji-35)
Sumber: Suara Merdeka, 25 Mei 2011