Sekretaris Gubernur BI Jadi Tersangka Penghalang KPK
Mencegah, merintangi, maupun mengacaukan penyidikan korupsi. Ancamannya pidana penjara tiga sampai 12 tahun.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya memanggil MH, sekretaris Gubernur Bank Indonesia (BI), untuk dimintai keterangan pada Senin pekan depan. MH dijadikan tersangka perintang pengusutan kasus aliran dana BI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Ajun Komisaris Besar Aris Munandar, Kepala Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya, MH telah melanggar Undang-Undang Antikorupsi. Yaitu mencegah, merintangi, maupun mengacaukan penyidikan korupsi. Ancamannya pidana penjara tiga sampai 12 tahun, kata Aris kemarin.
MH juga dituduh melanggar Pasal 231 KUHP, yakni mencoba menyimpan, memindahkan, dan menghilangkan barang bukti. Tuduhan ini sesuai dengan laporan KPK pada Kamis akhir Januari lalu kepada Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Laporan ini kemudian diambil alih Polda Metro Jaya.
KPK menuduh MH memindahkan barang bukti berupa dokumen yang sudah disegel. Dokumen itu diperlukan untuk penyidikan dugaan aliran dana BI, yakni Rp 31,5 miliar ke Dewan Perwakilan Rakyat serta Rp 68 miliar ke penegak hukum dan pengacara. Tiga tersangka sudah ditetapkan oleh KPK, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Kepala BI Surabaya Rusli Simanjuntak, dan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong.
Dugaan pemindahan barang bukti diketahui ketika KPK menggeledah kantor BI, 29 Januari lalu. Awalnya, barang bukti berupa dokumen disimpan penyidik KPK di dalam laci meja kerja seorang pejabat BI. Ruangan tempat penyimpanan disegel. Esoknya, KPK menemukan ruangan terbuka dan laci meja sudah rusak. MH yang diduga merusaknya.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum BI, Amir Syamsuddin, menilai kejadian itu adalah kesalahpahaman. Dia memindahkan dokumen itu bukanlah dengan maksud menghilangkan barang bukti, kata Amir.
Soalnya, menurut Amir, berkas yang diperlukan penyidik tak dilengkapi daftar dokumen yang tak boleh disentuh. Dia tak tahu bahwa itu barang-barang yang disita, kata Amir. Ibu MH adalah wanita yang sangat awam dengan hukum. Lagi pula, Amir menjelaskan, dokumen itu sudah berada di tangan KPK. Yang menyerahkan adalah Ibu MH. NURLIS E MEUKO | IBNU RUSYDI | RINI KUSTIANI
Sumber: Koran Tempo, 29 Februari 2008
------------
Sekretaris Gubernur BI Jadi Tersangka
Pengusutan kasus aliran dana BI (Bank Indonesia) Rp 100 miliar oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merembet ke Polda Metro Jaya. Kemarin (28/2) penyidik Sat Tipikor Dir Reskrim Polda Metro Jaya menetapkan Mieke Bambang sebagai tersangka. Dia adalah sekretaris gubernur BI.
Surat panggilan untuk dia (Mieke Bambang) sudah kami kirim. Rencananya, (dia) diperiksa Senin mendatang (3/3), kata Kasat Tipikor Polda Metro Jaya AKBP Aris Munandar kemarin siang. Mieke dituduh menghalangi petugas hukum dalam melakukan pekerjaannya sesuai pasal 21 UU Antikorupsi dan pasal 231 KUHP tentang Upaya Menyimpan, Memindahkan, dan Menghilangkan Barang Bukti.
Nama Mieke terlibat dalam kasus aliran dana Rp 100 miliar setelah dia dilaporkan KPK ke Polres Jakarta Pusat dengan tuduhan telah memindahkan dokumen BI dari tempat yang sudah disegel penyidik KPK. Ceritanya, saat itu (29 Januari lalu) KPK menggeledah ruang kerja gubernur BI untuk mengembangkan penanganan kasus aliran dana Rp 100 miliar.
Ulah Mieke itu baru diketahui keesokan harinya ketika KPK menggeledah ulang beberapa ruang di gedung BI, termasuk ruang kerja gubernur BI.
Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, ada upaya pengambilan dan pemindahan dokumen dari meja kerja di ruang gubernur BI yang disegel penyidik KPK. Dari situlah, nama Mieke tersangkut. Dia diduga kuat sebagai aktor yang mengambil dan memindahkan dokumen di ruang yang disegel KPK. Sebab, dia adalah sekretaris gubernur BI.
Aris Munandar menambahkan, pihaknya sudah memiliki bukti awal yang cukup untuk menguatkan sangkaan terhadap Mieke. Penetapan Ny Mieke sebagai tersangka berawal dari laporan penyidik KPK ke Polres Jakarta Pusat pada 31 Januari lalu. Kemudian, kasusnya dilimpahkan kepada kami di Polda Metro Jaya, papar Aris.
Dalam menangani kasus aliran dana BI yang berpotensi merugikan negara Rp 100 miliar itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, dan pimpinan BI Surabaya Rusli Simanjuntak. Di antara ketiga tersangka itu, Oey dan Rusli sudah ditahan. Oey ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan Rusli ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok.
Burhanuddin Abdullah boleh lega lagi. Setelah diperiksa sekitar delapan jam, kemarin (28/2) dia tetap diperbolehkan pulang. Burhanuddin tidak bernasib seperti dua tersangka lain yang sudah mendekam di tahanan KPK. Selamat sore, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ujar Burhanuddin riang, sambil melambaikan tangan di gedung KPK Kuningan.
Tak banyak yang disampaikannya ketika keluar dari gedung KPK pukul 18.30. Dia kemarin datang lebih pagi, yakni pukul 07.30. Padahal, dia baru diperiksa pukul 10.00. Saya ingin baca-baca dulu di sini. Kalau di rumah ada anak, ada cucu, ujarnya tanpa menjelaskan membaca apa.
Burhanuddin datang dua jam sebelum jadwal pemanggilan juga untuk menghindari wartawan yang selalu menunggu pemeriksaannya. Bagusnya memang ketemu satu kali satu hari, ujarnya.
Burhanuddin mengaku telah memprediksi bahwa pemeriksaan akan lebih panjang daripada sebelumnya. Jumlah pertanyaan yang saya dapatkan lebih banyak. Minggu lalu hanya lima, sekarang 20. Jadi, saya kira melelahkan, ujarnya.
Soal substansi pemeriksaan, pembesar kelahiran Garut itu menolak menjelaskannya. Saya kira masih dalam proses. Sebaiknya kita tunggu sampai prosesnya selesai, tambahnya lantas memasuki mobil Nissan Serena hitam yang menunggunya.
Dua terperiksa lain adalah dua mantan deputi gubernur BI, Maman H. Somantri dan Aulia Pohan. Tidak etis berkomentar, ujar Maman ketika keluar pukul 14.45. Sedangkan Aulia Pohan keluar pukul 16.57 dari pintu samping. Besan SBY itu juga memilih bungkam. (ind/ein/kum)
Sumber: Jawa Pos, 29 Februari 2008