Selamat Menjalankan Tugas Mulia, PNS Baru
TANGGAL 27 Desember 2004 secara serentak di seluruh tanah air, diumumkan hasil seleksi pegawai negeri sipil (PNS). Agenda nasional tersebut menyusul serangkaian proses rekruitmen pegawai negeri di sejumlah institusi pemerintah. Dalam tahap sebelumnya, yaitu ujian seleksi calon PNS, kita ketahui peserta sangat membludak. Lowongan menjadi pegawai negeri terbukti mempunyai daya tarik luar biasa. Tidak hanya mereka yang belum mempunyai pekerjaan tetap yang tertarik, para pegawai swasta maupun mereka yang sudah wiraswasta juga tertarik. Jumlah lowongan yang tersedia sebanyak 204.584, terdiri dari 27.021 tenaga kesehatan, 76.583 tenaga guru dan dosen di Depdiknas, sekitar 42 ribu guru dan dosen di Depag, 8.000 teknisi, dan sekitar 50 ribu tenaga strategis. Tercatat jumlah pelamar mencapai empat juta lebih. Mereka memperebutkan sekitar dua ratus ribu lowongan yang tersedia, yang berarti hanya seperdua puluh dari empat juta pencari kerja tersebut.
Membludaknya jumlah peminat menjadi PNS menunjukkan masih kuatnya persepsi masyarakat tentang kenikmatan seorang PNS dibanding jenis pekerjaan yang lain. Bahkan kalau harus mengeluarkan sejumlah upeti asalkan jadi PNS, barangkali banyak yang mau. Beberapa persepsi atas nikmatnya seorang pegawai negeri hingga banyak membuat orang tergila-gila, antara lain untuk kesinambungan hidup, karena begitu seorang diangkat menjadi PNS, maka sampai meninggal hidupnya akan terjamin. Mereka mengira negara tidak mungkin bangkrut sehingga mustahil mereka kena PHK. Pegawai negeri pada umumnya tidak dituntut kerja ekstra keras mengejar target seperti pegawai sales. Gaji pegawai negeri tidak berpengaruh oleh peristiwa bencana alam dan perubahan musim. Pegawai negeri juga sering dipandang sebagai pekerjaan yang lebih terhormat dibanding banyak pekerjaan lainnya. Profesi sebagai pegawai negeri dirasakan mempunyai waktu luang yang cukup sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencari penghasilan sampingan.
Jika para peminat dan yang kebetulan lolos seleksi menjadi PNS mempunyai motif berdasarkan persepsi di atas, maka rusaklah bangsa ini. Harus dipahami bahwa esensi pegawai negeri adalah public servants, yang berarti pelayan masyarakat. Seorang pegawai negeri mengemban tugas yang amat mulia yaitu melayani kebutuhan dan kepentingan umum masyarakat. Berbagai persepsi di atas mengaburkan makna sejati atas pekerjaan mulia seorang pegawai negeri, karena yang nampak justru mementingkan dan mengamankan diri sendiri daripada sebagai pelayan masyarakat. Mengacu pada makna pegawai negeri maka kelayakan dan kualitas seorang PNS sangat ditentukan dari kemampuan mereka memuaskan pihak yang mestinya dilayani, yaitu masyarakat, secara optimal sesuai dengan tuntutan dan persyaratan yang ada.
Semoga calon PNS yang lolos seleksi kemarin adalah mereka yang tanggap terhadap tuntutan profesi yang akan digelutinya. Dengan demikian, selain mempunyai pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang memadai, juga memiliki sense of public service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan umum atau publik yang dilandasi oleh rasa pengadilan yang mendalam. Jadi mengabdi yang dimaksud bukan mengabdi secara vertikal ke atasannya tetapi kepada masyarakat melalui peningkatan layanan kepada mereka. Jika menyadari hal itu, tanpa disuruh pun, seorang pegawai di Pemda akan selalu tersenyum dan tidak keberatan mengucapkan kata terima kasih kepada masyarakat yang mengurus akte kelahiran atau perizinan. Bukan malah pasang muka masam dan minta pungutan liar! Atau sibuk memperkaya diri untuk mengembalikan modal awal.
Pemerintah adalah organisasi sektor publik terbesar yang tujuan utamanya adalah menyediakan atau menjual barang atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pegawai negeri sebagai motor penggerak roda pemerintahan secara individu juga terkait dengan tujuan organisasinya tersebut. Meskipun setiap pegawai mempunyai kepentingan pribadi yang mungkin tidak sejalan dengan tujuan pemerintahan, kepentingan pribadi tetap harus dikalahkan. Secara normatif, mestinya tercipta goal congruence, kesesuaian tujuan, antara pemerintah sebagai organisasi dengan PNS secara pribadi.
Jadi jelas, ketidakselarasan tujuan pemerintah dengan tujuan individu PNS pertama dipicu dari niat si pegawai yang sejak awal sudah menyimpang. Selanjutnya mereka yang sejak awal memang tujuan pribadinya tidak sejalan dengan tujuan mulia pemerintah, maka mereka akan mengalami perilaku disfungsional. Dalam menjalankan tugasnya, pegawai semacam ini akan memanipulasi elemen-elemen pada sistem kontrol yang ada, guna memenuhi kepentingan pribadinya. Pegawai ini akan melangggar peraturan-peraturan pada sistem pengendalian yang sudah ada padahal mereka mengetahuinya. Beberapa cara yang umumnya dilakukan antara lain, mempermainkan laporan pertanggungjawaban, indikator kinerja dan memanipulasi informasi strategis.
Seperti diketahui, SDM pada sebagian pemerintahan daerah umumnya masih banyak yang unskilled dengan profesionalisme serta spesialisasi tugas yang relatif rendah. Tuntutan kemampuan SDM yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas tertentu dengan ketersediaan riil SDM yang ada, baik dilihat dari pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, tidak seimbang. Salah satu indikasi yang kentara adalah adanya ketergantungan sebagian besar Pemda kepada konsultan luar (outsourcing) untuk membuat laporan keuangan. Penerimaan PNS baru di lingkungan Pemda semoga dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan menyaring calon pegawai yang handal dan kompeten.
Untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas pegawai, perlu kiranya dirumuskan standar kinerja pegawai yang jelas. Standar tersebut digunakan sebagai tolok ukur penegakan disiplin secara optimal. Salah satunya ditandai dengan kejelasan sanksi atau punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum aparatur pemerintahan daerah. Penangkapan para koruptor seperti yang sekarang dilakukan di awal Pemerintahan SBY harus tetap diteruskan. Dibutuhkan upaya penataan komposisi, distribusi dan kualtias PNS untuk penyempurnaan struktur organisasi dan tata kerja.
Pegawai negeri baru membutuhkan doktrin yang jelas atas kewajiban dan sanksi hukum jika menyimpang. Perangkat hukum, misalnya PP No 32 tahun 1979 tentang pensiun dini bagi yang tidak produktif perlu diperjelas agar mereka waspada dan tidak lengah oleh budaya yang tidak produktif. Artinya, jika PNS tersebut secara material tidak produktif, maka langkah rasionalisasi dengan sangat terpaksa akan dilakukan. Daripada seorang PNS menularkan sifat tidak profesional, bermalas-malasan dan malah mengganggu kinerja secara umum, maka pelepasan PNS itu barangkali merupakan langkah yang terbaik. Namun, dengan catatan PNS yang ber-sangkutan telah mengikuti berbagai kesempatan peningkatan kualitas diri atau menerima pembekalan keterampilan tambahan agar yang bersangkutan bisa mandiri.
Budaya primordial dan tradisi nepotisme memang terbukti cukup mengganggu upaya peningkatan SDM. Namun, nampaknya tidak bisa ditawar lagi, pegawai negeri di era good governance ini dituntut harus layak dan berkualitas. Beberapa tuntutan yang mestinya dipenuhi antara lain, (1) menjiwai misi dan tujuan organisasi pemerintahan. Artinya mereka melakukan segala sesuatu bukan sekadar memenuhi peraturan tetapi benar-benar digerakkan oleh misi. (2) Berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan birokrasi dan pribadi. Bila mereka menomorsatukan kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka masyarakat yang membutuhkan layanan akan cenderung dilupakan. Pegawai yang hanya memenuhi kebutuhan birokrasi seperti ini seringkali menjadi arogan. (3) Berorientasi pada hasil. Pegawai seperti ini akan berperilaku sepi ing pamrih, rame ing gawe. Tidak banyak berteori dan berkonsep bertele-tele tetapi bekerja dengan tekun dan tuntas. (4) Bertanggung jawab pada masyarakat. Selain bertanggung jawab secara vertikal ke atasan, mereka harus menyadari tanggung jawabnya kepada masyarakat. Dengan begitu, segala yang akan diperbuat selalu dipertimbangkan dampak dan kerugiannya bagi masyarakat. (5) Proaktif mengikuti perkembangan. Banyak calon PNS begitu dinyatakan diterima sebagai pegawai negeri terus merasa cukup dalam belajar. Hal ini tentunya sebagai langkah yang sesat karena mereka tidak bisa berkembang. (6) Kerja sama dalam tim. Era desentralisasi memberikan nuansa struktur dan hirarki yang tidak terlalu kaku sehingga menuntut kemampuan pegawai untuk fleksibel, partisipatif dan mampu bekerja dalam tim.
Akhirnya selama kepada PNS baru, semoga mampu menunaikan tugas mulia dan amanah masyarakat di negeri tercinta ini demi terselenggaranya pemerintahan yang baik. Kami, masyarakat, sangat berharap akan banyak bermunculan figur-figur PNS yang profesional, netral, cakap, sederhana dan dapat dijadikan teladan. Semoga.(Mohamad Mahsun SE MSi, Wakil Ketua STIE Widya Wiwaha Yogyakarta dan Peneliti Indonesian Public Sector Community)
Tulisan ini diambil dari Kedualatan Rakyat, 5 Januari 2005