Seleksi Pimpinan BPK Dinilai Buruk
Lima dari tujuh pimpinan BPK dikabarkan akan diisi bekas anggota Komisi Keuangan DPR.
Sejumlah kalangan menilai proses seleksi calon pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan oleh Dewan Perwakilan Rakyat berlangsung buruk.
Beberapa lembaga nonpemerintah yang tergabung dalam koalisi mengecam penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap nama-nama pelamar yang direkomendasikan Dewan Perwakilan Daerah.
"DPD harus mengambil sikap atas penolakan DPR," kata Roy Salam, peneliti Indonesia Budget Center, dalam konferensi pers koalisi di Jakarta kemarin.
Pada 2 Juli lalu, DPD mengusulkan 14 nama dari 51 pelamar anggota BPK. Tapi, tanpa alasan, DPR menolak rekomendasi tersebut. Akibatnya, nama-nama yang diduga bermasalah masih tercantum dalam daftar pelamar. "Mestinya sejak awal panitia mencoret kandidat yang bermasalah," ujar Roy.
Menurut Roy, hal tersebut diperparah oleh sempitnya waktu yang diberikan panitia kepada masyarakat untuk memberi masukan atas rekam jejak para pelamar. Panitia dari Komisi Keuangan dan Perbankan DPR hanya memberikan waktu selama empat hari, dari 27 Agustus hingga 2 September 2009, untuk menelusuri dan mengkaji rekam jejak kandidat.
Dalam catatan koalisi, dari 51 nama pelamar terdapat nama, antara lain, Endin A.J. Soefihara, Rizal Djalil, Yunus Yosfiah, dan Ali Masykur Musa. Nama-nama tersebut saat ini duduk di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, yang menjadi panitia seleksi. Endin berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom pada 2004.
Selain dari DPR, sejumlah mantan pejabat negara dan pejabat aktif BPK masuk dalam daftar calon. Mereka antara lain mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Soegiarto, dan mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
Indonesia Corruption Watch menilai proses seleksi yang dilakukan panitia ini terlalu dipaksakan dan menutup partisipasi publik dalam pemilihan anggota BPK.
Peneliti ICW, Adnan Topan Husodo, mengatakan, dari sisi rekam jejak, para bakal calon anggota ini masih bermasalah, karena dari sisi dokumentasi yang sangat terbatas. Selain itu, sistem penyeleksian dari panitia di Komisi Keuangan rentan kepentingan politik. "Ada upaya politisasi terhadap lembaga independen di bawah kelompok politik tertentu," ujarnya kepada Tempo pekan lalu.
Adnan juga mempersoalkan masuknya sejumlah anggota Komisi Keuangan dalam 51 pelamar. Padahal mereka mempunyai wewenang memilih para calon. Posisi tersebut menimbulkan konflik kepentingan. "Rawan konflik, terutama dalam pengambilan keputusan dan mempengaruhi kinerja BPK ke depan," ujarnya.
Seorang sumber Tempo menyatakan posisi penting di lembaga auditor negara itu akan "dibagi-bagi". Menurut dia, kendati proses seleksi belum dilakukan, telah beredar kabar bahwa posisi pimpinan BPK mayoritas akan diisi orang-orang dari Senayan itu. "Lima dari tujuh pimpinan BPK dikabarkan akan diisi bekas anggota Komisi Keuangan DPR." ANTON SEPTIAN | DIAN YULIATUTI | SETRI YASRA
Sumber: Koran Tempo, 7 September 2009