Sembilan Menteri Pemerintah Megawati Belum Laporkan Kekayaan
Sembilan menteri dan pejabat negara setingkat menteri dalam kabinet pemerintah Presiden Megawati belum menyerahkan perubahan laporan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka adalah Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (Menko Perekonomian), Manuel Kaisiepo (Menteri Percepatan Pembangunan Indonesia Timur), Syamsul Maarif (Menteri Komunikasi dan Informasi), Sri Redjeki Sumaryoto (Menteri Pemberdayaan Perempuan), Nabiel Makarim (Menteri Lingkungan Hidup), Jacob Nuwa Wea (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Agum Gumelar (Menteri Perhubungan), M.A. Rachman (Jaksa Agung), dan Matori Abdul Djalil (Menteri Pertahanan).
KPK tetap mengimbau agar segera melaporkan kembali perubahan harta kekayaan mereka, kata Sjahruddin Rasul, Wakil Ketua KPK, kemarin.
Menurut dia, bekas penyelenggara negara itu berkewajiban melaporkan kekayaannya setelah menjabat seperti diamanatkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sesuai dengan ketentuan itu, kata Sjahruddin, bekas pejabat negara itu diberi tempo dua bulan untuk melaporkan perubahan harta kekayaannya. Tapi karena transisi, kami masih memberi waktu, ujarnya.
Bila dalam tempo dua bulan para bekas pejabat itu tidak melaporkan perubahan kekayaan mereka, menurut Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara KPK Mohammad Jasin, KPK akan mengirimkan surat teguran. Dalam surat itu, dia melanjutkan, KPK akan memberi batas waktu 15 hari agar segera melaporkan kekayaan mereka. Bila tidak, mereka akan kami laporkan ke polisi, kata Jasin di tempat yang sama.
Syamsul, yang dihubungi melalui telepon, mengira jika sudah resmi meninggalkan jabatan menteri (pada 20 Oktober 2004) formulir akan dikirimkan kepadanya, bukan mengambil sendiri. KPK sendiri, kata dia, tidak menjelaskan bahwa formulirnya mesti diambil sendiri. Kalau pelayanan yang baik kan begitu, kami didaftar, dia menegaskan. Ia mengaku baru saja mengambil formulir tersebut, dan akan segera mengembalikannya ke KPK.
Pada bagian lain, Sjahruddin dan Jasin mengungkapkan, 12 menteri di era Megawati telah menerima perubahan jumlah kekayaan mereka. Kecuali Rini, jumlah kekayaan para bekas menteri itu (lihat tabel), umumnya mengalami penambahan. Mantan Presiden Direktur Astra itu, setelah menjadi menteri, kekayaannya justru berkurang dari Rp 73 miliar dan US$ 351 ribu menjadi Rp 48,07 miliar. Jumlah utangnya meningkat tajam dari Rp 41,1 miliar sebelum menjabat menteri, menjadi Rp 66,13 miliar dan US$ 1,45 juta.
Soal penambahan harta, I Gede Ardhika yang hadir dalam jumpa pers itu mengaku berkat menabung. Sejak jadi menteri saya bisa menabung, kata dia.
Kwik Kian Gie yang dihubungi melalui telepon juga mengingatkan agar penambahan harta itu tidak diartikan sebagai hasil korupsi. Selama menjadi menteri, dia mengaku justru sering mengeluarkan uang pribadi untuk kepentingan dinasnya. Saya sendiri sama sekali tidak tahu kalau kekayaan saya bertambah. Saya tidak peduli dan tidak pernah menanyakan, ujarnya.
Semua pengisian laporan kekayaannya, menurut Kwik, diserahkan kepada manajernya, dan semua yang dituliskan berdasarkan dokumen lengkap. Ia siap menjelaskan secara terperinci asal-usul hartanya.
Selain sembilan bekas menteri yang belum melaporkan perubahan kekayaan mereka, KPK juga mengungkapkan, enam menteri Kabinet Indonesia Bersatu belum menyampaikan laporan kekayaan mereka. Mereka adalah Menko Politik Hukum, dan Keamanan Widodo A.S., Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin, Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris, Menteri Koperasi Suryadharma Ali, dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Ini terkait dengan masalah administrasi saja, ujar Sjahruddin.
Untuk memeriksa kekayaan para menteri, KPK bekerja sama dengan BPKP dan Ikatan Akuntan Indonesia. edy can/badriah
Sumber: Koran Tempo, 25 Februari 2005