Semua Opsi Bermasalah
Opsi apa pun yang diambil Kejaksaan Agung dalam menyikapi perkara terkait Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah secara teknis memiliki masalah. Namun, opsi deponir atau mengesampingkan perkara demi kepentingan umum merupakan yang lebih banyak manfaatnya.
Demikian diutarakan advokat Bambang Widjojanto di Jakarta, Sabtu (30/10). ”Pertimbangan utama adalah opsi mana yang manfaatnya lebih besar dibandingkan mudaratnya. Deponir lebih baik dibandingkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atau melanjutkan ke pengadilan,” katanya.
Menurut Bambang, semua opsi memiliki masalah. Kesalahan deponir adalah kejaksaan mengakui ada perkara. Padahal, tak ada pemerasan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
Opsi SKPP, kata Bambang, juga bermasalah. Kejaksaan perlu pemeriksaan tambahan. Padahal, hal itu tidak bisa melakukan karena berkas perkara sudah dinyatakan lengkap. Meski DPR tak menyetujui deponir, hal tersebut tidak membatalkan keputusan pengesampingan penuntutan untuk kepentingan umum itu.
Koordinator Divisi Hukum dan Pemantauan Peradilan Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah, Minggu di Jakarta, juga menegaskan, pendeponiran perkara dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra tak perlu persetujuan DPR. KPK juga tak perlu merasa berutang budi kepada kejaksaan.
Febri mengakui, penjelasan Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyatakan, deponir sebagai hak oportunitas jaksa agung setelah memerhatikan saran dan pendapat badan atau kekuasaan negara yang punya hubungan dengan masalah itu. Namun, hal itu bukan berarti persetujuan dari DPR.
Bambang dan ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji sepakat, Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Darmono berhak menandatangani deponir perkara Bibit dan Chandra. Jika tidak ditandatangani, keputusan itu belum memiliki kekuatan hukum.
Anggota Komisi III (Hukum) DPR berbeda pendapat soal deponir itu. Didi Irawadi S dari Fraksi Partai Demokrat menilai, deponir adalah pilihan terbaik.
Sebaliknya, Ahmad Yani (Partai Persatuan Pembangunan), T Gayus Lumbuun dan Trimedya Panjaitan (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), serta Bambang Soesatyo (Partai Golkar) sepakat, deponir tak menguntungkan Bibit dan Chandra. Keduanya tetap mempunyai kasus, tetapi dikesampingkan. Plt Jaksa Agung, kata Gayus, tidak berhak menandatangani keputusan deponeering. (faj/aik/ana/fer)
Sumber: Kompas, 1 November 2010