Sering Ada Korupsi, PTRI Harus Diawasi
Terungkapnya secara beruntun kasus korupsi di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) membuat Departemen Luar Negeri dalam sorotan. Deplu didesak untuk meningkatkan peran inspektorat jenderal yang menjalankan fungsi pengawasan internal.
Terungkapnya secara beruntun kasus korupsi di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) membuat Departemen Luar Negeri dalam sorotan. Deplu didesak untuk meningkatkan peran inspektorat jenderal yang menjalankan fungsi pengawasan internal.
Anggota Komisi I DPR Yuddi Chrisnandi mengatakan, Deplu harus proaktif menyelesaikan berbagai kasus yang menimpa PTRI. Karena di luar negeri, potensi penyimpangannya besar. Idealnya pengawasan tidak lagi dilakukan secara acak dan berkala, tapi harus intensif, jelasnya. Menurut Yuddi, selama ini proses pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal belum optimal karena baru secara acak dan berkala.
Lebih lanjut Yuddi mengemukakan, kasus yang menimpa mantan Dubes Singapura tersebut bukan yang pertama. Komisi I DPR bahkan pernah menanyakan hal tersebut kepada Menteri Luar Negeri. Menlu saat itu menjelaskan bahwa telah diambil langkah-langkah internal terkait indikasi korupsi yang terjadi. Yang bersangkutan telah dicopot dari jabatan Dirjen. Rekanannya juga tidak digunakan lagi. Kemudian uang kerugian negara telah dikembalikan, sehingga tidak ada lagi kerugian negara. Mungkin KPK menemukan bukti baru. Apa pun itu, proses penyelidikan akan terus kita dukung, lanjutnya.
Politikus muda Partai Golkar itu menambahkan, Komisi I DPR tidak memiliki kewenangan memeriksa keuangan kementerian dan lembaga. Kewenangan DPR sebatas pengawasan kebijakan. Karena itu, kebijakan anggaran yang lebih berhati-hati menjadi perhatian kami dari DPR, tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Inspektorat Jenderal Departemen Luar Negeri Marlina Surachmi saat dihubungi via telepon menolak berkomentar lebih jauh mengenai kasus tersebut. Saya barusan sakit seminggu ini, Mas. Jadi tidak mengikuti perkembangan kasusnya. Nanti saja, di kantor saya berikan keterangan, paparnya.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura M. Slamet Hidayat bersama seorang bawahannya berinisial EF resmi sebagai tersangka. Sebelumnya, mantan Dubes Malaysia Rusdiharjo juga tersandung kasus penyimpangan dana anggaran yang dialokasikan untuk Kedutaan Besar Repulik Indonesia (KBRI).
Penetapan M. Slamet Hidayat dan EF sebagai tersangka oleh KPK terkait indikasi markup harga renovasi mes KBRI. Keduanya juga diduga menunjuk rekanan secara langsung untuk proyek tersebut.
Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah sebelumnya mengatakan, pengusutan kasus dugaan korupsi rehabilitasi mes KBRI Singapura terus dilakukan. Pemerintah sedang menghitung ulang kerugian yang diderita negara.
Kasus dugaan korupsi di korps diplomatik RI di Singapura itu sebenarnya bukan barang baru. Kasus itu ditangani Timtastipikor sejak 2006. Diduga sekitar Rp 16 miliar uang negara hilang dalam kasus ini. Pada Januari 2004, Deplu dan pihak Kedubes RI di Singapura bersepakat merenovasi gedung Kedubes, rumah dinas pejabat Kedubes, dan wisma Kedubes.
Anggarannya mencapai SGD 3.380.100 yang diperoleh dari Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Deplu 2003. Setelah anggaran dari Depkeu cair, ditunjuklah pengusaha John Lee AH Kuang dari PT Ben Soon Heng Engineering Enterprises. Diduga ada indikasi markup dalam proyek tersebut. (iw/kim)
Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2008