Sidang Anggodo; Tiga Saksi Beber Rekayasa Perkara Bibit-Chandra
Dugaan adanya kriminalisasi oleh Anggodo Widjojo dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, tampaknya, bukan isapan jempol. Tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK kemarin (8/6) menguatkan adanya rekayasa dalam kasus tersebut.
Tiga saksi itu adalah Eddy Sumarsono, Putronefo Alexander Prayugo, dan Joni Aliando. Berdasar keterangan mereka, terungkap bahwa adik buron Anggoro Widjojo itu telah mengarahkan tiga saksi tersebut saat penyidikan di Mabes Polri. Tujuannya, merekayasa kasus sehingga seolah-olah telah terjadi fakta sesuai dengan sangkaan.
Saksi pertama Eddy Sumarsono membeberkan, Anggodo memerintah dirinya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) untuk mengakui menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra atas permintaan Antasari Azhar semasa menjadi ketua KPK. ''Saya diminta untuk mendukung BAP di Mabes Polri sehingga (seolah-olah) telah terjadi pemerasan, bukan penyuapan,'' kata Eddy yang kala itu mengenakan kemeja batik lengan panjang.
Menurut dia, Anggodo saat itu memastikan bahwa fakta telah terjadi penyerahan uang ke pimpinan KPK akan terus bergulir dan ditindaklanjuti tim penyidik. "Pasti akan diseruduk Susno (Susno Duadji, mantan Kabareskrim),'' jelas Eddy.
Kesaksian dua saksi lain juga memberatkan Anggodo. Putronefo yang merupakan Presdir PT Masaro Radiokom itu mengungkapkan, Anggodo memerintah dirinya untuk meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK). Putronefo meminta perlindungan LPSK ketika diperiksa beberapa kali oleh KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan lindung yang menjerat mantan anggota DPR Yusuf Erwin Faisal. ''Katanya, kalau dipanggil KPK tidak perlu datang, biar LPSK yang mewakili,'' ujar Putronefo menirukan ucapan Anggodo.
Arahan yang sama diberikan kepada Kasubag Pengadaan Khusus Kemenhut Joni Aliando. Dia juga meminta perlindungan LPSK ketika dipanggil KPK sehubungan dengan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kemenhut pada 2007.
Menanggapi pernyataan tiga saksi itu, Anggodo berkeberatan dengan kesaksian Eddy. Dia membantah bahwa dirinya memerintah Eddy mengubah BAP. Dia menuding Eddy berbohong. Karena itu, Anggodo meminta penyidik Mabes Polri juga dihadirkan dalam sidang. "Untuk membuktikan bahwa Eddy Sumarsono itu berbohong,'' kata Anggodo setelah sidang.
Dia menguraikan, saat penyidikan berlangsung di Mabes Polri, keterangan Anggodo telah dikonfrontasi dengan Ari Muladi dan Eddy. Kala itu, lanjut Anggodo, Eddy dan Ari mengakui adanya penggelontoran duit suap kepada pimpinan KPK.
Sementara itu, Raja Bonaran Situmeang, kuasa hukum Anggodo yang namanya juga disebut dalam dakwaan, tetap hadir dalam sidang kliennya kemarin. Kehadiran Bonaran menuai keberatan dari jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa meminta majelis hakim menolak kehadiran Bonaran dalam sidang karena dia telah ditetapkan sebagai saksi dalam sidang tersebut.
Majelis pun menyetujui permohonan jaksa. Majelis meminta Bonaran meninggalkan ruang sidang. Bonaran yang pada awalnya menolak keras akhirnya sepakat dengan keputusan majelis hakim.
Sikap soal SKPP
Kejaksaan belum bersikap atas pembatalan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) terhadap Bibit-Chandra. Meski begitu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari menegaskan bahwa kejaksaan tidak harus menunggu rampungnya proses sidang Anggodo Widjojo di Pengadilan Tipikor.
"Sikap kejaksaan tidak berkaitan dengan (sidang, Red) Anggodo. Bisa saja kejaksaan mengeluarkan sikap saat Anggodo dalam proses sidang," tutur Amari di Kejagung kemarin (8/6).
Saat ini sidang Anggodo untuk perkara percobaan penyuapan dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Kejaksaan belum bisa memastikan kapan bersikap. Sebab, salinan putusan banding dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memenangkan Anggodo baru diterima kemarin. "Sekarang baru kami pelajari untuk dibahas. Nanti kami lapor kepada jaksa agung bersama pejabat lain untuk membahasnya," terang Amari.
Opsi melimpahkan perkara Bibit dan Chandra ke pengadilan, sepertinya, menjadi pilihan terakhir yang bakal diambil kejaksaan. Menurut Amari, kejaksaan masih memiliki beberapa opsi. Di antaranya, melakukan deponering (pengesampingan perkara) dan mengajukan upaya hukum luar biasa berupa PK (peninjauan kembali). (ken/fal/c7/c11/ari/agm)
Sumber: Jawa Pos, 9 Juni 2010