Sidang Korupsi Mungkin Langsung ke Pengadilan Tinggi
Sidang perkara kasus korupsi kakap ada kemungkinan akan langsung di pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama sekaligus banding. Namun, kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Abdul Gani Abdullah saat ditemui wartawan kemarin, soal ini masih dalam taraf pemikiran dan sekarang masih dalam pembahasan tim perancang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Menurut Gani, mekanisme ini sebagai salah satu alternatif untuk mempercepat penyelesaian kasus korupsi. Jika ini disepakati, jaksa langsung mengajukan kasus ini ke pengadilan tinggi. Setelah di pengadilan tinggi selesai, jika ada yang tak puas, langsung kasasi ke Mahkamah Agung. Pemeriksaan materiil dilakukan di tingkat pengadilan tinggi. Lama proses pengadilan pun harus ditentukan agar tidak lama.
Ketua Mahkamah Agung dalam kesempatan terpisah mengatakan, perpu ini akan membawa konsekuensi pada kerja hakim. Hakim harus bekerja dengan cepat, termasuk di MA, kata Bagir. Artinya, penanganan kasus ini akan jadi prioritas agar kepentingan terdakwa tidak dirugikan karena ditahan untuk waktu tidak terbatas. Salah satu perbedaan perpu ini dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah adanya kewenangan menahan sejak berstatus tersangka sampai ada keputusan hukum berkekuatan tetap.
Perpu ini, menurut Bagir, merupakan penyimpangan terhadap KUHAP. Dalam KUHAP, orang yang sedang disidik bisa tidak ditahan. Karena itu, dia menawarkan agar dalam perpu tersebut ada pernyataan bahwa perpu ini menyimpang dari KUHAP. Atau perpu tetap bisa diberlakukan dengan menggunakan asas bahwa peraturan baru mengesampingkan peraturan lama. Hati-hati, karena yang merasa dirugikan dengan berlakunya perpu itu bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, ujar Bagir.
Bagir mengakui tujuan diberlakukannya perpu ini baik, yaitu agar tersangka korupsi tidak kabur sehingga sulit dilakukan penahanan. Kasus terakhir yang tersangkanya kabur adalah Sudjiono Timan, tersangka korupsi yang divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh MA. Dia bisa kabur karena tidak ditahan setelah dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebagaimana Bagir, Gani mengatakan bahwa perpu ini memang bisa mengabaikan KUHAP. Untuk kasus korupsi, KUHAP tidak jalan dalam soal itu, ujar Gani. Perpu juga tidak mengatur soal ketentuan ganti rugi jika orang yang jadi tersangka kasus korupsi itu ternyata dinyatakan tidak bersalah. Ketentuan semacam itu, menurut dia, berlaku dalam rezim yang lain, tapi bukan dalam rezim korupsi. Namun, terdakwa yang merasa dirugikan boleh mengajukan tuntutan ganti rugi.
Sampai saat ini, juga belum diputuskan dalam jumlah korupsi berapa seorang koruptor bisa dijerat dengan perpu ini. Ide yang sudah ada, perpu ini akan dipakai untuk perkara korupsi dengan nilai Rp 50 miliar ke atas. Tapi, Masih diperdebatkan, apakah batas itu cukup atau nggak. abdul manan/indriani dyah s
Sumber: Koran Tempo, 8 Januari 2005