Sidang menteri kelautan; Hakim Tolak Tangguhkan Penahanan Rokhmin
Majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menolak menangguhkan penahanan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Majelis hakim juga menolak eksepsi tim kuasa hukum Rokhmin dan menyatakan pemeriksaan perkara masih terus dilanjutkan.
Putusan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/4). Selesai membacakan penetapan soal penangguhan penahanan, beberapa pendukung Rokhmin Dahuri pun langsung berteriak-teriak. Hu... huuu...!
Seusai sidang, sejumlah pendukung Rokhmin mendatangi dan menyalami Rokhmin. Selain itu, sejumlah kenalan Rokhmin juga hadir, termasuk tokoh PKS Didin Hafidudin. Didin dan Rokhmin kemudian berpelukan dan saling cium pipi. Setelah itu, Rokhmin turun dan dibawa ke mobil tahanan yang sudah menunggu di teras Gedung Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Para pendukung Rokhmin pun berteriak-teriak di ruang persidangan. Kalau Pak Rokhmin ditahan, kalian para nelayan mau juga ditahan? Kemudian terdengar teriakan, Mau.... Ada pula yang berteriak, Ini pengadilan zalim. Seorang pria berpakaian putih panjang pun ikut berteriak, Hai anggota Dewan, berkatalah yang jujur. Jangan mangkir. Semua orang Indonesia adalah perampok. Hanya orang kecil yang masuk penjara.
Masih diperlukan
Soal penolakan penangguhan penahanan, majelis hakim yang dipimpin oleh Masrurdin Chaniago di dalam sidang menjelaskan, tenggat waktu penyelesaian perkara ini di persidangan adalah 90 hari kerja. Oleh karena itu, masih diperlukan kehadiran terdakwa selama masa persidangan. Dengan alasan ini, majelis hakim menyatakan bahwa permohonan penangguhan penahanan tidak dapat diterima. Di dalam putusan selanya, majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Rokhmin. Di dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Rokhmin mempersoalkan beberapa hal, misalnya soal perkara Rokhmin yang terjadi sebelum UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK lahir. Tim kuasa hukum juga mempersoalkan mengenai aliran dana yang ada dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
Majelis hakim Pengadilan Khusus Tipikor menjawab kalau yang dimaksud dalam Pasal 28 i UUD 1945 tentang hak untuk tidak dituntut secara retroaktif adalah terkait dengan hukum pidana materiil, bukan hukum pidana formal.
Hakim Pengadilan Khusus Tipikor Andi Bahtiar saat membacakan putusan sela menjelaskan, penilaian terhadap surat dakwaan dianggap tidak menguraikan penggunaan dana yang sebenarnya, tetapi hanya untuk kepentingan pribadi. Majelis hakim menjawab kalau materi eksepsi itu telah masuk dalam pokok perkara. (VIN)
Sumber: Kompas, 12 April 2007