Sidang Sisminbakum; Koperasi Tak Boleh Ambil Alih Layanan Publik
Koperasi tidak boleh mengambil alih layanan publik karena hal itu berkaitan dengan rahasia negara. Demikian juga dengan Sistem Administrasi Badan Hukum sebagai layanan publik di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Keterangan itu disampaikan Anjar Pachtawirana selaku ahli koperasi dalam sidang perkara korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/9). Sidang dengan terdakwa Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu itu dipimpin ketua majelis hakim Ida Bagus DY.
Yohanes didampingi penasihat hukum Alvin Suherman. Jaksa penuntut umum adalah Mursito, Adhi, dan Zuhandi.
Anjar ditanya hakim soal pungutan yang dilakukan koperasi. ”Yang boleh melakukan pungutan hanya negara, dengan persetujuan DPR,” kata Anjar.
”Apakah bisa koperasi melakukan tugas negara berdasarkan penunjukan menteri?” tanya hakim. ”Aneh. Tugas negara kok dikasihkan ke koperasi. Saya belum pernah dengar koperasi dapat mengambil alih tugas negara,” ujar Anjar.
Menjawab pertanyaan majelis hakim, Anjar mengatakan, setiap keputusan koperasi harus dibawa ke dalam rapat anggota koperasi. Untuk koperasi yang ada di instansi pemerintah seperti departemen, tugas menteri sebagai pembina adalah menjaga eksistensi koperasi. Menteri berurusan dengan pengurus koperasi.
Sisminbakum adalah layanan publik untuk mendaftarkan badan hukum milik masyarakat. Sistem yang dapat diakses secara online itu dikelola oleh Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK) dan dilaksanakan oleh PT SRD.
Setiap orang yang mendaftarkan badan hukumnya melalui Sisminbakum dikenai pungutan Rp 1,35 juta. Uang biaya akses yang terkumpul sebanyak 90 persennya untuk PT SRD, 6 persen untuk Direktorat Jenderal AHU Dephuk dan HAM, dan 4 persen untuk KPPDK.
Yohanes yang ditanya hakim malah mengatakan, ada kegiatan layanan publik lain oleh Direktorat Jenderal Imigrasi berupa layanan terpadu foto dan sidik jari untuk paspor. (IDR)
Sumber: Kompas, 15 September 2009