Siswa Protes Pungutan Sekolah
Hal itu memicu mogok belajar.
Sejumlah sekolah menengah di Kota Malang dan Kediri, Jawa Timur, memungut dana yang dirasa memberatkan siswa. SMP di Kota Malang memungut Rp 400-550 ribu kepada tiap siswa untuk iuran sekolah, pengembangan perpustakaan, kartu pelajar, asuransi dan iuran pokok koperasi siswa, serta bahan seragam sekolah.
Tiga potong bahan seragam dihargai Rp 362 ribu. Harga seragam tidak wajar. Saya beli di luar paling cuma Rp 90 ribu, kata Suratman, wali murid SMPN 10 Malang, kemarin. Seperti Suratman, Winarsih, wali murid SMPN 6, mengaku dipungut Rp 392 ribu. Uang ini untuk membayar seragam dan beberapa buku paket.
Totok Edy Susianto, Kepala SMPN 10, membenarkan adanya pungutan itu. Menurut dia, pungutan uang seragam itu untuk menyamakan kain seragam untuk menghindari kesan kaya dan miskin. Soal penggunaan dana, Totok Edy meyakinkan akan memberikan pertanggungjawaban. Kami siap melaporkan mekanisme penerimaan dan segala penggunaan dana sekolah itu kepada wali siswa, tuturnya.
Menurut Winarsih, Wali Kota dan Dinas Pendidikan Kota Malang harus mengatasi soal ini dan mengaudit pungutan itu. Ia berharap dana tersebut dikembalikan. Jika dana itu dikembalikan, beban membayar uang gedung bisa dikurangi.
Forum Komunikasi (Fokus) Guru Kota Malang juga mengaku telah mendapat sekitar 90-100 surat dari masyarakat. Di antaranya tentang pernyataan keberatan pungutan dana sekolah, termasuk seragam. Menurut humas Fokus Guru, Anton Sujarwoto, sekolah tidak boleh menarik dana apa pun, termasuk uang seragam atau buku. Harus diserahkan saja ke wali murid untuk membeli, ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Shofwan, berjanji akan meneliti pungutan itu. Jika benar, pihaknya akan menjatuhkan sanksi kepada sekolah.
Di Kediri, berbagai pungutan memicu sekitar 1.200 murid Madrasah Aliyah Negeri (MAN) III Kediri mogok belajar. Mereka memprotes kebijakan pengelolaan dana yang dilakukan Kepala MAN III, Ismudji.
Para siswa mengajukan 21 tuntutan, di antaranya menuntut mundur kepala sekolah dari jabatannya dan mengembalikan biaya daftar ulang Rp 53 ribu dan mendesak kepala sekolah berdialog dengan siswa, wali murid, dan Departemen Agama. Jika tidak dipenuhi, kami akan mogok dalam waktu lebih lama, kata M. Ali Zuhadi, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah MAN III, kemarin.
Menurut Zuhadi, sekolahnya mendapatkan subsidi dari Departemen Agama sebesar Rp 87,5 juta dan sumbangan wali murid. Total Rp 200 juta. Uang negara dan orang tua kami itu dikemanakan? kata Zuhadi.
Menurut Zuhadi, kutipan sekolah itu yang berupa sumbangan amal jariyah sebesar Rp 350-500 ribu sesuai dengan prestasi siswa, iuran usaha kesehatan sekolah Rp 57 ribu. Tiap bulan kami juga ditarik uang sumbangan pembangunan yang naik tiap tahun. Tahun ajaran ini Rp 40 ribu per bulan, kata Zuhadi.
Itu pun masih ditambah biaya masuk siswa baru yang totalnya mencapai Rp 944 ribu untuk siswa putra dan Rp 997 ribu untuk siswa putri. Belum lagi iuran koperasi Rp 10 ribu, dana perawatan lingkungan mahasiswa sehat Rp 25 ribu, dan uang pengembangan perpustakaan Rp 10 ribu. Tidak jelas peruntukannya, kata siswa madrasah yang berprestasi di tingkat nasional itu.
Kepala Sekolah MAN III, Ismudji, bersedia berdialog dengan para siswa. Tentang subsidi dari Departemen Agama, kata Ismudji, bukan dalam bentuk uang, melainkan berupa ruang kelas dan laboratorium. Siswa salah menafsirkan subsidi. MAN III juga tengah meminta dana untuk membangun dua laboratorium fisika senilai Rp 50 juta, kata Zuhadi. BIBIN BINTARIADI | DWIDJO U MAKSUM
Sumber: Koran Tempo, 3 Agustus 2005