Skandal Dana BI ; Bui Enam Tahun Ancam Oey dan Rusli
Oey Hoey Tiong, direktur hukum Bank Indonesia (BI), dan Rusli Simanjuntak, kepala Biro Gubernur Bank Indonesia (BI), tertunduk lesu di ruang Pengadilan Tipikor. Kemarin jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara aliran dana bank sentral Rp 100 miliar tersebut menuntut mereka enam tahun penjara.
Jaksa menilai, dua terdakwa yang disidangkan bersamaan itu terbukti memperkaya orang lain. Selain pidana badan, mereka juga harus membayar denda masing-masing Rp 250 juta. Khusus untuk Rusli, JPU juga membebankan uang pengganti Rp 3 miliar. Uang itu dikompensasikan dengan uang yang sama yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tuntutan terhadap Oey dan Rusli itu lebih ringan daripada mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah yang menghadapi tuntutan delapan tahun penjara.
Menurut fakta yuridis, JPU menilai Oey melawan hukum karena telah menerima permohonan bantuan dana dari lima mantan direksi BI untuk penyelesaian masalah hukum. Mereka adalah Soedrajad Djiwandono (Rp 25 miliar), Paul Sutopo (Rp 10 miliar), Hendro Budiyanto (Rp 10 miliar), Heru Supraptomo (Rp 10 miliar), dan Iwan R. Prawiranata (Rp 13,5 miliar). Namun, kenyataannya, permohonan itu sulit direalisasikan karena anggaran direktorat hukum tidak cukup. Menurut mekanisme yang ada, seharusnya Oey mengajukan tambahan anggaran pengeluaran (TAP), namun yang bersangkutan tidak melakukannya. "Terdakwa I tidak pernah memintakan TAP," ujar JPU Handarbeni Sayekti kemarin.
Pada Oey, kemudian muncul niat untuk mendapatkan uang dengan mudah. Dia menyarankan kepada lima pejabat yang bersangkutan mengajukan permohonan dana kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). "Permohonan itu dibuat rangkap dua, masing-masing untuk ketua YPPI dan gubernur BI," jelasnya. Oey juga menyarankan kepada Gubernur Burhanuddin Abdullah agar membahasnya di tingkat rapat dewan gubernur (RDG).
Oey juga memberikan saran hukum dalam RDG 3 Juni 2003 untuk menggunakan dana YPPI untuk kepentingan BI.
Sementara itu, Rusli menyampaikan permintaan dana dari anggota Komisi IX DPR kepada Aulia Pohan. Akhirnya, dari rapat itu, keluarlah kesepakatan untuk menarik dana yayasan Rp 100 miliar. Belakangan, Rusli pula yang mengantarkan dana tersebut kepada wakil rakyat.
Tindak lanjut rapat itu, keduanya kemudian menemui Aulia Pohan dan Maman H. Soemantri untuk membahas penarikan dana. Pertemuan itu juga membahas tugas setiap terdakwa."Oey bertugas mencairkan dan memberikan dana kepada lima mantan direksi, sedangkan Rusli bertugas mencairkan dana dalam kaitan penyelesaian BLBI dan amandemen UU BI," jelas Agus Salim, JPU lain yang turut menyidangkan perkara tersebut.
Jaksa juga menilai bahwa penggunaan dana Rp 100 miliar tersebut tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan yang berusaha memelihara sistem perbankan Indonesia yang sehat.
Agus menambahkan, pemberian dana kepada mantan direksi dan para anggota DPR itu juga tidak sesuai dengan tugas kedinasan BI. Itu hanya memenuhi kepentingan pribadi. "Tindakan itu juga tidak sesuai dengan mekanisme, tanpa tanda terima maupun pertanggungjawaban," jelasnya. Yang lebih bikin prihatin, kata JPU, dana besar itu juga disertai dengan penghapusan kekayaan yayasan.
Tuntutan tersebut juga mengungkapkan hal terpenting terkait dengan tindakan Oey dan Rusli. Jaksa menyebutkan bahwa terungkap bahwa tindakan Oey, Rusli, beserta dewan gubernur, yakni Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjudin tidak berdiri sendiri. "Perbuatan itu dilakukan bersama-sama meskipun perannya berbeda-beda sehingga terlihat kerja sama erat dan diinsafi," ucapnya.
Sesudah sidang, Oey dan Rusli tidak memberikan banyak komentar. Saat ditanyakan tentang keterlibatan Aulia pun, Rusli hanya menjawab singkat. "Tanyakan saja pada Tuhan," ujarnya. (git/kim)
Sumber: Jawa Pos, 28 Oktober 2008
----------------
Oey dan Rusli Dituntut 6 Tahun Penjara
Mekanisme pencairan dana ditentukan Aulia Pohan.
Terdakwa Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak dituntut enam tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut jaksa Cusniah, keduanya dinilai terlibat korupsi dana Bank Indonesia senilai Rp 100 miliar. "Tanpa keduanya, penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia oleh BI tak akan terlaksana," kata Cusniah saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, di persidangan terungkap bahwa bank sentral telah menggunakan dana dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 100 miliar. Dari jumlah itu, Rp 31,5 miliar dikeluarkan untuk amendemen Undang-Undang Bank Indonesia dan penyelesaian masalah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Selebihnya, Rp 68,5 miliar, untuk penanganan kasus hukum mantan pejabat bank sentral.
Meski begitu, Cusniah melanjutkan, pencairan dana tak mungkin terjadi tanpa adanya persetujuan rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Karena itu, menurut jaksa, perbuatan tersebut merupakan hasil kerja sama kedua terdakwa dengan Burhanuddin Abdullah, Aulia Tantowi Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin.
"Kedua terdakwa pertama kali melaporkan adanya kebutuhan dana kepada Aulia Pohan," kata Cusniah. Oey melapor kepada Aulia, kata Cusniah, setelah mengetahui bahwa tidak ada dana di Direktorat Hukum untuk memberikan bantuan hukum bagi para mantan pejabat Bank Indonesia.
Menurut Cusniah, Rusli melakukan hal yang sama, yaitu melapor kepada Aulia saat mengetahui adanya kebutuhan dana untuk penyelesaian masalah BLBI dan amendemen Undang-Undang Bank Indonesia. Selanjutnya, Aulia menyampaikan hal itu kepada Burhanuddin Abdullah untuk dibahas dalam rapat Dewan Gubernur.
Hasilnya, menurut jaksa, rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni menyetujui adanya penggunaan dana YPPI senilai Rp 100 miliar. "Mekanisme pencairan dana ditentukan oleh Aulia Pohan sebagai Ketua Dewan Pengawas YPPI dan wakilnya, Maman Sumantri," ujar Cusniah.
Selain tuntutan penjara, kedua terdakwa dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider delapan bulan penjara. Rusli Simanjuntak harus membayar uang pengganti sebesar Rp 3 miliar, sesuai dengan jumlah dana yang dia terima dari Antony Zeidra Abidin. Uang pengganti itu akan dikompensasikan dari uang yang telah disita KPK dengan jumlah yang sama.
"Analisis jaksa tidak tepat," kata Daniel Panjaitan, kuasa hukum Oey Hoey Tiong, seusai sidang. Menurut dia, kedua terdakwa hanya menepati keputusan rapat Dewan Gubernur BI. "Oey Hoey Tiong tidak punya hak suara pada rapat Dewan Gubernur. Ia hanya deputi, masih ada Aulia Pohan di atasnya." DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 28 Oktober 2008