Skandal Pencairan Dana Tommy Soeharto
Pencairan dana Tommy Soeharto sebesar Rp 90 miliar (10 juta dollar AS) yang sebelumnya disimpan di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang London masih menyisakan banyak pertanyaan.
Dana Rp 90 miliar itu bisa cair atas jaminan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephuk dan HAM) melalui rekening Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) di BNI Tebet, Jakarta. Padahal, rekening Motorbike dibekukan sementara oleh otoritas BNP Paribas akibat laporan Finance Intelligence Service (FIS), yang mencurigai rekening itu sebagai tempat menampung dana dari tindak pidana, terutama yang terkait dugaan korupsi Soeharto.
Skandal ini terungkap setelah Tommy akan mencairkan lagi dana Rp 425 miliar dari bank yang sama, tetapi ditolak. BNP Paribas curiga, dana itu berasal dari tindak pidana. Lobi pun dilakukan, tetapi gagal. Akhirnya, Tommy menggugat ke pengadilan setempat, yang ternyata menjadi pintu masuk Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung dengan mengajukan gugatan intervensi. Berbekal bukti-bukti dokumen dan proses hukum yang telah dilalui Soeharto, Kejaksaan Agung meretas jalan untuk mendapat dana yang kini dalam sengketa di Pengadilan Guernsey.
Komitmen pemerintah
Peran aktif pejabat di Dephuk dan HAM tidak bisa dinafikan. Apalagi Tommy mendapat status resmi bebas dari segala tuduhan korupsi dan praktik pencucian uang. Seharusnya sinyal otoritas BNP Paribas yang mencurigai dana Tommy bersumber dari tindak pidana dijadikan dasar bagi pemerintah untuk mengusutnya sebagai upaya membuktikan komitmen pemerintah memberantas korupsi, dan bukan memberi jaminan bebas dari tuduhan korupsi dan praktik pencucian uang, karena belum dilakukan penyelidikan.
Lancarnya pencairan dana berawal dari bantuan pengacara Kantor Firma Hukum Ihza & Ihza. BNP Paribas berhasil diyakinkan tiga surat keterangan.
Pertama, surat keterangan Dirjen AHU Dephuk dan HAM yang menjamin Tommy tidak tersangkut tindak korupsi.
Kedua, surat keterangan Pengadilan Tinggi Jakarta, Tommy tidak terlibat korupsi.
Ketiga, surat keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tommy tidak tersangkut kasus pencucian uang. Namun, belakangan Ketua PPATK Yunus Husein membantah kalau surat balasan ke Dirjen AHU isinya menerangkan bahwa Motorbike Corporation bebas dari praktik pencucian uang.
Dana dicairkan tanggal 9 Juni 2005 saat Hamid Awaludin menjabat Menteri Hukum dan HAM. Anehnya, transfer dana ke rekening Dephuk dan HAM baru dilaporkan ke Bank Indonesia setahun kemudian (9 Juni 2006).
Timbul pertanyaan, wajarkah sebuah kementerian mengurusi dana warga sipil/swasta dengan memberi jaminan tidak terkait kejahatan, tanpa pretensi tertentu, di tengah upaya pemerintah membangun pemerintahan yang bersih, jujur, dan bermartabat? Mengapa transfer dana warga sipil/swasta ke rekening Dephuk dan HAM disampaikan ke Bank Indonesia setahun kemudian, bukan pada Menteri Keuangan?
Ada indikasi kuat, praktik pencucian uang dengan memakai rekening pemerintah/departemen untuk kepentingan perorangan atau swasta. Hal itu ditegaskan dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Setiap rekening milik departemen yang dibuat seharusnya atas sepengetahuan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan Pelaksana Kekuasaan Fiskal.
Penyalahgunaan wewenang?
Penggunaan rekening pemerintah untuk transaksi di luar keuangan negara tidak dapat dibenarkan karena akan menimbulkan kekacauan pengelolaan keuangan negara. Larangan itu ditegaskan Pasal 1 poin-9 UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Poin 10 menegaskan, pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara. Begitu penerimaan masuk kas negara, pengelolaannya harus menggunakan mekanisme APBN.
Dephuk dan HAM boleh memberikan pendapat hukum bahwa status dana Tommy tidak terkait tindak pidana. Namun, pendapat hukum itu tidak menafikan kewenangan yudikatif, KPK, kejaksaan, dan kepolisian selaku penyidik. Apalagi dana Tommy yang disimpan di BNP Paribas telah dibekukan karena kuat dugaan bersumber tindak pidana yang perlu diusut. Wajar apabila KPK bertindak cepat, mengusut dugaan korupsi atau pencucian uang oleh kepolisian. Artikel 18 huruf-a Konvensi Antikorupsi PBB 2003 yang telah diratifikasi melalui UU No 7/2006, tindakan memuluskan pencairan dana Tommy oleh Menteri Hukum dan HAM diduga sebagai upaya memperdagangkan pengaruh.
Menurut Arifin P Soeria Atmadja (Guru Besar Hukum Keuangan UI) dalam diskusi ICW, pencairan rekening Tommy dari BNP Paribas London ke rekening Dephuk dan HAM bertentangan dengan prinsip hukum keuangan negara (UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara). Prinsip yang dilanggar, menurut Arifin, adalah, pertama, digunakannya rekening pemerintah untuk mencairkan rekening pribadi. Kedua, dengan keluarnya uang dari rekening pemerintah, negara dirugikan. Ketiga, pengeluaran dana menguntungkan pihak lain.
Marwan Mas Analis Hukum dan Direktur Pascasarjana Universitas 45, Makassar
Tulisan ini disalin dari Kompas, 4 Mei 2007