Skandal Tiket Diplomat
Keterlibatan Biro Perjalanan Ditentukan Senin Ini
Kejaksaan Agung akan menetapkan status hukum bagi tujuh agen biro perjalanan yang menjadi rekanan Kementerian Luar Negeri dalam kasus korupsi tiket diplomat. Menurut Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah, pendalaman terhadap ketujuh biro perjalanan juga menjadi fokus penyidikan, selain pengusutan aliran uang yang diduga mengalir ke petinggi Kementerian.
"Kami sedang menganalisis. Senin (hari ini) kami sudah bisa tetapkan apakah mereka (agen travel) terlibat atau tidak. Apakah ikut serta, kerja sama atau tidak tahu-menahu," kata Arminsyah di kantornya Jumat lalu. Adapun ketujuh biro perjalanan tersebut, menurut Arminsyah, adalah PAN Travel, Kintamani Tour, Indowanua Inti Sentosa, Bimatama Tours, Shilla Tours, Laser Pratyaksa Tours and Travel, dan Anugrah Dayu Wisata.
Arminsyah menjelaskan, Kejaksaan ingin mendalami peran dari biro perjalanan dalam prosedur pembayaran klaim tiket diplomat oleh Kementerian, yang menggunakan keuangan negara. Kejaksaan juga mengusut perihal dugaan penggelembungan harga tiket. "Apakah biro perjalanan tidak tahu bahwa harga tiket di-markup atau memang sudah kerja sama," ujarnya.
Jika biro perjalanan menyerahkan kuitansi kosong, Arminsyah menilai, hal tersebut bisa dikatakan sudah bekerja sama. Setidaknya membantu memberikan sarana. Sejauh ini, kata Arminsyah, dugaan keterlibatan biro perjalanan tentang dugaan patgulipat harga tiket hanya dibenarkan oleh kesaksian Ade Sudirman, Kepala Subbagian Verifikasi Kementerian Luar Negeri, yang diperiksa penyidik Kejaksaan di rumahnya dua pekan lalu. Ade membenarkan, pencairan uang tiket yang dibayarkan dinaikkan sekitar 25 persen dan sebesar 8 persen menjadi milik Ade Sudirman selaku Kepala Subbagian Verifikasi Kementerian Luar Negeri. "Sejauh ini baru dia yang ngomong. Yang lain belum," ujarnya.
Adapun Kejaksaan telah memeriksa 21 saksi dalam kasus korupsi tiket diplomat di Kementerian Luar Negeri. Kerugian negara ditaksir mencapai 21 miliar, yang diselidiki pada 2008 dan 2009, sedangkan Kejaksaan telah memeriksa dugaan korupsi itu sejak 2006. APRIARTO MUKTIADI
Sumber: Koran Tempo, 29 Maret 2010