Soedradjad Tak Ajukan Pinjaman pada BI; Jaksa Salman Maryadi Bantah Terima Uang

Mantan Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono menyatakan berat baginya saat ditanyakan peruntukan uang yang ia terima dari BI. Dia tidak pernah mengajukan pinjaman atas uang itu. Soedradjad juga khawatir, jika mengatakan uang dari BI itu untuk penyelesaian kasus hukumnya, dia nanti dianggap menyuap.

Pernyataan Soedradjad itu tertuang dalam surat kepada Lukman Bunyamin, Direktur Pengawasan Internal BI, yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam laptop Soedradjad saat penggeledahan di rumah Soedradjad, Mei lalu. Surat itu ditanyakan jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/8). Sidang dugaan korupsi di BI itu dengan terdakwa mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

Selain Soedradjad, tim jaksa penuntut umum yang terdiri dari KMS Ronny, Rudi Sumargono, Ketut Sumadana, dan Hadiyanto juga menghadirkan saksi mantan Direktur BI Paul Sutopo, Hendro Budiyanto, dan Iwan Ridwan Prawiranata, serta Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong.

Jaksa Rudi Sumargono membacakan surat Soedradjad yang disalin KPK dari laptop Soedradjad. Surat itu berbunyi, Pengakuan pinjaman karena itu sangat berat bagi saya, karena saya tahu tidak akan membayar kembali. Bahkan, saya tandaskan kepada Pak Gub (Gubernur BI—Red) dalam pertemuan itu, seandainya dalam bentuk pinjaman murni, saya tidak berani menerimanya karena tahu tidak akan mampu membayarnya kembali. Dengan kata lain, sejak semula saya mengartikan bahwa bukan sebagai pinjaman murni, meskipun formalitasnya demikian.

Kalau pinjaman idealnya datang dari saya yang mengajukan. Meskipun itu masalah berat, tapi yang kedua lebih berat lagi saat ditanyakan soal peruntukannya. Kalau saya bilang itu untuk pembayaran penyelesaian kasus hukum saya, kan sama saja dengan mengatakan saya melakukan penyuapan. Ini berat sekali. Jadi saya harus bilang untuk apa? Saya berpendapat bahwa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hitam di atas putih kita hapuskan. Indikasinya berat dan karena itu harus dihindari.”

Saat ditanyakan kepada Soedradjad, apakah itu benar suratnya, ia menjawab, ”Kalau ada dalam notebook saya, ya benar.”

Berikan kepada jaksa

Sedangkan Iwan Prawiranata dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tanggal 4 Februari 2008 mengaku pernah memberi uang kepada pengacara Henrikus Herica dan Salman Maryadi, yang saat itu menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Namun, ia menegaskan mencabut isi BAP itu. ”Saya waktu itu sedang tidak stabil,” kata Iwan.

Meski Iwan mengakui isi BAP tidak benar, hakim I Made Hendra Kusumah dan Gusrizal meragukan alasan Iwan. ”Saudara mengatakan, uang itu saya serahkan kepada Saudara Salman. Saya tidak ingat secara pasti, tetapi seingat saya 900.000 dollar AS dalam pecahan 100 atau 50 di Hotel Hyatt Jakarta. Apa ini juga tidak benar? Bagaimana Anda bisa dapat angka, pecahannya, dan Hotel Hyatt?” kata Hendra.

Iwan bersikeras, apa yang dikatakannya tidak benar. ”Saya waktu itu mengada-ada,” ungkap Iwan. Hendra meminta Iwan berkata jujur.

Gusrizal meminta Iwan berkata jujur pula. Sebab, jika tidak, statusnya bisa berubah dari saksi menjadi terdakwa.

Secara terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan tidak akan mengusut dugaan mengalirnya dana dari BI kepada jaksa. Kejaksaan bersikap tidak mencampuri wewenang KPK dalam perkara itu. ”Silakan ditindaklanjuti KPK,” ujarnya.

Salman Maryadi kepada Kompas menegaskan, ia tidak pernah menerima uang dari Iwan terkait kasus bantuan likuiditas BI. ”Tidak pernah ada uang success fee atau uang diseminasi,” ujar Salman yang kini menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. (vin/idr/har)

Sumber: Kompas, 14 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan