Sosialisasi Seharga Rp 5,4 Miliar
Begitu Sidang Tahunan MPR 2000 selesai, 90 anggota Badan Pekerja MPR langsung berkemas-kemas. Mereka segera mengepak pakaian dalam koper. Tak lupa pula hasil sidang tahunan, proses pembahasan sidang, dan perubahan UUD 1945 ikut dirapikan di antara tumpukan pakaian. Namun, mereka bukan bersiap pulang ke rumah masing-masing. Armada BP MPR ini akan mengunjungi Amerika Serikat, Australia, Kanada, serta sejumlah negara di Asia dan Eropa.
Puluhan anggota majelis yang terhormat itu sedang punya hajat di luar negeri: sosialisasi hasil Sidang Tahunan MPR 2000. Yang dibidik tak lain warga negara Indonesia yang bermukim di luar negeri. Karena yang dituju bukan satu negara, kunjungan sosialisasi tadi butuh waktu sampai 10 hari. Biaya yang dianggarkan pun lebih dari lumayan, yakni Rp 5,4 miliar. Jumlah ini 20,9 persen dari total dana ST MPR sebesar Rp 25,7 miliar.
Kunjungan BP MPR untuk sosialisasi tadi akhirnya menuai kecaman. Anggota majelis dianggap tak peka terhadap krisis yang masih membekap Indonesia. Bayangkan, uang Rp 4,5 miliar hanya dipakai menjelaskan hasil sidang yang sebenarnya sudah dirilis media massa. Banyak kalangan menilai, sosialisasi ini tak lebih dari plesir setelah mengikuti sidang tahunan yang menjemukan. Kenapa tidak pakai e-mail saja biar irit, kata praktisi hukum Trimedya Panjaitan.
Kritik tajam juga datang dari guru besar ilmu sosial Universitas Diponegoro, Semarang, Sudharto P. Hadi. Sosialisasi hasil sidang tahunan ke luar negeri tidak tepat, katanya. Menurut Sudharto, mestinya hasil sidang disosialiasikan kepada rakyat Indonesia di dalam negeri lebih dulu. Mereka adalah konstituen yang harus diprioritaskan. Jumlah mereka kan lebih banyak, katanya. Namun, hal itu bukan berarti menafikan keberadaan warga Indonesia di luar negeri. Sudharto juga menyoal kenapa mesti semua anggota BP MPR yang pergi.
Menurut Sudharto, mestinya hasil sidang bisa disosialisasikan di luar negeri dengan cara yang lebih efisien. Misalnya, membuat risalah untuk disebarluaskan lewat kantor KBRI di setiap negara. BP MPR bisa mengutus delegasinya untuk menjelaskan hasil sidang ke setiap kedutaan. Jadi tidak datang khusus untuk sosialisasi dengan rombongan besar begitu, katanya.
Toh, kritik tajam dari kiri dan kanan itu tak menyurutkan semangat anggota BP MPR melakukan sosialisasi hasil Sidang Tahunan MPR. Semua Fraksi MPR menghendaki sosialisasi hasil ST MPR 2000 ke luar negeri dan dalam negeri, kata Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) Khusus BP MPR Postdam Hutasoit. Apalagi dananya sudah disiapkan jauh-jauh hari yang diambil dari dana sidang. Jadi tak ada salahnya dana yang sudah dianggarkan dipakai.
Posdam mengakui bahwa sosialisasi hasil sidang memang bisa dilakukan lewat risalah, surat elektronik, dan lain-lain. Proses pembahasan sampai menjadi Tap MPR serta perubahan UUD 1945 tidak akan terjelaskan, katanya. Dia membandingkan sosialisasi yang dilakukan dengan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) di masa Orde Baru. Dana yang dibutuhkan triliunan rupiah, katanya. Bandingkan dengan Rp 5,4 miliar untuk 90 anggota BP MPR ini.
Politikus PDI Perjuangan ini membantah keras jika rencana sosialisasi ini diplot untuk menghabiskan dana sidang yang tersisa. Pasalnya, rencana sosialisasi ini sudah dimasukkan dalam rancangan anggaran sidang. Jadi tidak ada yang salah, ujarnya. Karena itu, Posdam meminta masyarakat jangan hanya melihat besarnya anggaran, tapi harus dilihat pula hasil yang akan diperoleh.
Posdam menyodorkan dampak buruk kurangnya sosialisasi, yakni ada gubernur dan bupati yang tidak tahu UUD 1945 diamendemen. Karena itu, sosialisasi ke dalam dan luar negeri merupakan satu paket yang tak bisa ditawar lagi. Hal ini dibenarkan politikus Golkar Agun Gunanjar Sudarsa. Bahkan Agun merasa tak takut rencana ini menjadi sorotan masyarakat. Kami tidak takut, katanya. arif/berbagai sumber
Sumber: Koran Tempo, 16 Maret 2005