Sosok dan Pemikiran; Gejala Kurva J dari Robert Klitgaard

Gerakan pemberantasan korupsi mulai dipersoalkan. Upaya menciptakan Indonesia bersih korupsi itu dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang terganggu. Pemberantasan korupsi dituding telah melanggar hak asasi manusia. Padahal, pada sisi lain, korupsi telah melanggar hak asasi rakyat dan menyengsarakan rakyat.

Pejabat negara yang menangani masalah keuangan ikut mempersalahkan arus gerakan pemberantasan korupsi sebagai arus yang kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi. Orang takut jadi pimpinan proyek.

Bagaimanakah Profesor Dr Robert Klitgaard memandang situasi ini? Klitgaard, pakar antikorupsi yang sudah malang melintang baik sebagai konsultan maupun peneliti di lebih dari 39 negara, baik di Afrika, Asia, maupun Amerika Latin, berujar, Ini adalah fenomena kurva J. Di awal pemberantasan korupsi, kondisi bisa dibilang buruk, banyak orang takut, tetapi tidak usah khawatir. Jika semua orang sudah mengerti tujuan upaya pemberantasan korupsi dilakukan dan semua sudah mengikuti aturan dan nilai baru, maka kurva ini akan naik. Pertumbuhan ekonomi segera meningkat.

Hampir semua negara menghadapi gejala awal ini. Berikut petikan percakapan Kompas dengan Klitgaard seusai Rektor Claremont Graduate University (AS) ini memberikan kuliah antikorupsi di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan seluruh menteri.

Di Indonesia, saat upaya pemberantasan korupsi dilakukan, justru muncul diskursus bahwa upaya pemberantasan korupsi yang keras telah membuat penurunan sektor ekonomi. Menurut Anda?

Ini adalah fenomena kurva J. Ini biasa terjadi saat suatu aturan baru diberlakukan, maka timbul kebingungan yang menyebabkan kinerja turun pada awal diterapkannya aturan baru. Pada masa awal kondisi memburuk karena orang tidak mengerti aturan, banyak hukuman yang dijatuhkan. Lalu orang akan berkata, saya tidak mau melakukan ini, semua tindakan memberantas korupsi harus dihentikan. Ini terjadi di seluruh dunia. Ini seperti permainan sepak bola, di mana ada aturan baru, wasit akan datang dan menjelaskannya kepada Anda aturan baru ini. Wasit menunjukkan caranya, ayo lakukan ini, dan jangan lakukan itu.

Bagaimana cara mengatasi masa awal ini?

Berikan pendidikan aturan dan nilai baru ini. KPK datangi pemerintah, katakan kepada pejabat dan pegawai, saya akan menghukum dan menjatuhi denda jika kamu tidak melakukan prosedur. Tindakan ini bukan hanya agar mereka mengikuti aturan dalam pengadaan barang dan jasa, tetapi hasil dari ketaatan terhadap aturan ini akan membawa dampak positif bagi Indonesia. KPK datangi para pelaku usaha, katakan jangan menyuap. Jika semua pihak mengerti dan mengikuti aturan yang ada, maka kurva antikorupsi ini akan naik.

Ada korelasi antara pemberantasan korupsi dan penurunan ekonomi ini?

Yang ingin saya katakan adalah wacana yang muncul jika kita semua melawan korupsi dengan aturan dan nilai baru, dengan hukuman. Untuk sementara kondisi akan memburuk, tetapi seperti kurva J. Jika semua sudah menggunakan aturan baru dan mereka mengerti mengapa harus melakukan itu, maka kurva antikorupsi ini akan naik dan penampilan ekonomi akan membaik.

Berapa lama?

Tergantung pada pendidikan. Itu tergantung bagaimana KPK menjelaskan kepada semua orang. Jika mereka mampu menjelaskan dengan baik, masa ini akan dilalui dalam beberapa bulan. Jelaskan kepada orang- orang, kamu tidak akan dituntut jika kamu menjalankan semuanya dengan baik. Tentu saja yang penting adalah dibutuhkannya seorang penegak hukum yang jujur dan tidak menyalahgunakan kekuasaan.

Belajar dari Kolombia

Klitgaard bersama Bernard de Speville memberikan kuliah antikorupsi di depan Presiden Yudhoyono dan menteri Kabinet Indonesia Bersatu pada awal Agustus. Klitgaard dalam presentasinya, Efficiency and Integrity in Government, memberi contoh bagaimana Presiden Kolombia Andres Pastrana berjuang memerangi korupsi dan membangun Kolombia.

Pastrana, putra mantan Presiden Kolombia Misael Pastrana, baru berusia 44 tahun saat menjabat presiden. Berdasarkan data Transparansi Internasional (TI), Kolombia adalah negara terkorup nomor tiga di dunia. Dari 52 negara yang disurvei TI, Kolombia menduduki peringkat 50, hanya di atas Bolivia dan Nigeria.

Ernesto Samper, presiden sebelumnya, mewarisi banyak problem. Kolombia dikenal dengan citra negara yang buruk, dikenal dengan perdagangan narkoba dan korupsi. Ditambah krisis ekonomi dan serangan gerilyawan, kepemimpinan Samper membuat pemerintah lemah.

Kolombia bertahan dari banyak bentuk korupsi dan tingkat pembunuhan yang tinggi. Banyak korupsi di Kolombia telah menyengsarakan rakyat, seperti korupsi yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan untuk rakyat miskin yang dikenal dengan CAPRECOM, korupsi dalam pembangunan jalan raya yang sarat suap dan penerimaan komisi, pemerasan saat membuat SIM, dan penyelundupan.

Di awal pemerintahannya, Pastrana diwarisi sistem hukum dan institusi pemerintah yang korup dan rakyat yang apatis terhadap pemerintah karena tidak pernah didengar jeritannya. Apa yang dilakukan Pastrana selaku kepala negara Kolombia? Bagi Pastrana, memerangi korupsi adalah batu pijakan dalam rencana Kolombia memperbaiki diri.

Pastrana melakukan beberapa strategi, yaitu mendiagnosis problem korupsi, mendesain, merencanakan, membuat pilot project, dan mengimplementasikan.

Dalam diagnosisnya Pastrana menemukan keberadaan hukum yang tidak cocok dengan strategi institusi penegak hukum, inefisiensi, tidak ada transparansi, lemahnya nilai etik, kurangnya partisipasi rakyat, dan kurangnya koordinasi antarlembaga.

Prinsip utama yang diterapkan Pastrana adalah menindak tegas tanpa pilih kasih, partisipasi menyeluruh, koordinasi yang baik, mengubah sistem pemerintah, dan penggunaan teknologi tinggi. Ada dua hal menarik yang dilakukan Pastrana, yaitu membentuk kelompok elite antikorupsi dan menangkap koruptor besar, serta mengusut anggota dewan yang melakukan kontrak ilegal, termasuk juga sekutu Pastrana.

Pastrana yang tertarik dengan ide bahwa korupsi adalah problem yang sistematik sangat menaruh perhatian pada formula Korupsi = Monopoli + Kekuasaan - Akuntabilitas. Korupsi selalu terjadi jika kekuasaan yang termonopoli dilaksanakan tanpa adanya akuntabilitas. Kolombia beruntung memiliki Andres Pastrana.

Apa yang harus Indonesia lakukan?

Saya tidak bisa bilang apa yang Indonesia harus lakukan karena saya baru dua hari di Indonesia. Tetapi yang jelas idenya adalah menggerakkan upaya pemberantasan korupsi dari hukuman ke pencegahan. Hukuman adalah tindakan menghukum individu, sedangkan pencegahan menyangkut sistem. Sekarang bagaimana kita memperbaiki sistem. Cobalah bertanya kepada organisasi profesi bagaimana sistem korupsi bekerja.

Bagaimana Anda melihat upaya Indonesia memberantas korupsi?

Saya berbicara di Kabinet tadi, saya katakan saya bangga pada Indonesia, dan saya gembira berada di sini sekarang. Saya pernah datang ke Indonesia tahun 1978, tetapi menurut saya ini saat terbaik. Saya melihat demokrasi mulai tumbuh, bahkan bisa dibilang Indonesia negara demokrasi ketiga, ekonomi Indonesia tumbuh meskipun terjadi bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi, lihat saja pertumbuhan ekonomi 5,6 persen. Bahkan berdasarkan survei TI, rakyat Indonesia optimistis kalau pemerintahnya mampu melawan korupsi.

Apakah Anda menilai Pemerintah Indonesia sudah cukup baik dalam melawan korupsi?

Langkah pertama melawan korupsi sudah baik, ekonomi berjalan baik, saya pikir Indonesia bisa jadi praktik yang baik. Jika Anda berkeliling dunia, Anda akan melihat banyak orang belajar dari Indonesia. Langkah selanjutnya tentulah sulit, tetapi saya berpikir Indonesia cerdas dan mampu melakukan tahap selanjutnya.

Akan tetapi rakyat menilai pemerintah sering tidak konsisten?

Jika Anda berkeliling dunia dan melihat apa yang mereka lakukan, berapa banyak menteri, gubernur, dan wali kota atau bupati yang diusut karena korupsi. Di Indonesia, dalam 18 bulan hingga 20 bulan, ada 6-8 kasus besar di mana pejabat sudah diusut karena korupsi. Ini bagus. Ini membutuhkan waktu, tidak mudah melakukan banyak hal sekaligus. Kenyataan memang dilihat terlalu pelan berubah, rakyat tidak sabar. Saya kira pada bagian ini berjalan baik.

Bagaimana agar kebijakan tidak kembali ke masa lalu?

Ini pertanyaan besar. Kita harus punya tiga langkah, yaitu berapa banyak koruptor besar yang ditangkap, bagaimana mencegah korupsi tidak terjadi dengan menghilangkan formula Monopoli + Kekuasaan - Akuntabilitas, dan ajak semua pihak untuk memberantas korupsi.

Saya ingin menyoroti sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi potensial terjadi korupsi karena sistem lokal itu lemah. Tak ada pembukuan, tak ada pelatihan, dan di semua negara di dunia sistem desentralisasi justru meningkatkan korupsi.

Karena itu, pemerintah membutuhkan partisipasi dari LSM untuk mengajak kepala daerah memperbaiki wilayahnya, berikan pelatihan kepada pejabat dan pegawai pemerintah di daerah. Selanjutnya, buat panggung kontes. Bagi kepala daerah yang berhasil memperbaiki diri, rayakan keberhasilan mereka. Ajak mereka melatih dan membagi keberhasilan mereka kepada pejabat dan pegawai di daerah lain.(Vincentia Hanni)

Sumber: Kompas, 12 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan