SPK Proyek Diduga Dipalsukan; Dugaan Penyimpangan Dana Bank Jateng Syariah
Setelah meminta keterangan dua pejabat, Inspektorat Wilayah (Itwil) Provinsi Jateng memeriksa delapan pegawai negeri sipil (PNS) dan rekanan proyek, terkait dugaan penyimpangan dana Bank Syariah Jateng untuk pembiayaan proyek pengadaan barang dan jasa di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dalam pemeriksaan tersebut, aparat Itwilprov menemukan indikasi pemalsuan dokumen surat perintah kerja (SPK) proyek yang digunakan sebagai jaminan untuk meminjam dana di bank itu. Kepala Itwilprov Eddy Djoko Pramono menjelaskan, klarifikasi terhadap PNS dan rekanan proyek pengadaan barang dan jasa itu dilakukan sekitar seminggu lalu.
Mereka bukan hanya dari BPBD, melainkan juga dari institusi lainnya. Klarifikasi dilakukan, menyusul perintah dari Gubernur Bibit Waluyo untuk mencari data dan menyelidiki dugaan penyimpangan dalam pembiayaan proyek di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov Jateng.
Menurut dia, persoalan itu bermula dari laporan hasil audit Bank Indonesia (BI) yang diterima gubernur. Hasil audit mengindikasikan penyimpangan dalam pembiayaan proyek dari dana Bank Jateng Syariah. Eddy mengungkapkan, ada dugaan pemalsuan surat perintah kerja yang digunakan untuk meminjam dana.
”Dalam penyelidikan, kami membutuhkan masukan, termasuk dari Bank Jateng Syariah. Klarifikasi juga dilakukan terhadap institusi yang mengeluarkan SPK, termasuk siapa yang menandatanganinya,” ungkapnya, Selasa (26/7).
Mengenai jumlah dana yang diduga diselewengkan, ia belum bisa menyebutkan secara pasti, meski sebelumnya disebut-sebut Rp 94 miliar. Demikian pula nilai plafon kredit. Pihaknya berharap Bank Jateng Syariah bertindak kooperatif untuk memberikan data dan masukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Seperti diberitakan, masalah itu bermula dari penanganan tanggap darurat bencana Gunung Merapi tahun lalu. Ketika itu BPBD Jateng mendapat anggaran Rp 15 miliar. Dana APBN itu dialokasikan pemerintah pusat untuk penanganan bencana di kawasan Gunung Merapi, yakni Magelang, Klaten, dan Boyolali.
Karena berada dalam masa tanggap darurat, kegiatan itu dikerjakan lewat penunjukan langsung. BPPD selaku kuasa pengguna anggaran mengeluarkan SPK dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Dalam perkembangannya, SPK tersebut digunakan pelaksana proyek untuk meminjam uang ke Bank Jateng Syariah. (J17,H23-59)
------------------
Siap Dikonfrontasi
Staf Ahli Gubernur Jateng, Jarot Nugroho merasa tersudut oleh pernyataan anggota Komisi C DPRD Jateng Prajoko Haryanto. Padahal, ia mengaku sama sekali tidak tahu apa-apa dan tak terlibat sedikit pun dalam dugaan penyimpangan kredit tersebut. Prajoko menyebut pejabat berinisial Jr yang diduga terlibat kasus itu. Jr diduga adalah Jarot Nugroho.
”Saya siap buka-bukaan dan dikontrontasi dengan yang bersangkutan. Bila perlu nanti diperlihatkan semua dokumen dari Bank Jateng,” tandasnya.
Dalam perkara itu, ia mengakui telah dimintai klarifikasi oleh Itwil dan Bank Jateng. Jarot membenarkan ada kegiatan/proyek pengadaan barang dan jasa dalam pemulihan awal bencana akibat erupsi Gunung Merapi. Dalam kegiatan itu, BPBD mengeluarkan sekitar 14 SPK. Namun dalam perkembangannya surat perintah kerja tersebut digunakan rekanan/pelaksana proyek untuk meminjam uang.
Setelah diklarifikasi Bank Jateng Syariah, dia baru mengetahui ada kredit bermasalah sekitar Rp 3 miliar. Kini, berdasarkan keterangan Bank Jateng, kredit bermasalah tersebut sudah diselesaikan. (J17,H23-59)
-------------
Pegawai Kredit Bank Jateng Syariah Dinonaktifkan
Bank Jateng Syariah mengambil sikap tegas dalam menyikapi dugaan penyimpangan pembiayaan proyek pengadaan barang dan jasa ke beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemprov Jawa Tengah senilai Rp 94 miliar.
Setelah menerima laporan hasil audit dari Bank Indonesia (BI) yang mengindikasikan ada pembiayaan bermasalah, lembaga keuangan milik Pemprov Jateng itu langsung menonaktifkan pegawai bagian kredit.
Direktur Bank Jateng Syariah Basuki Sri Hartono mengatakan, penonaktifan dilakukan karena ada hal yang dilakukan tidak sesuai standar operasional dan prosedur pada pembiayaan proyek di SKPD Pemprov Jateng.
Mengenai jumlah dan nama pegawai yang dinonaktifkan, ia enggan menjelaskan lebih terperinci.
”Dalam persoalan ini ada oknum. Bank Jateng sudah melakukan tindakan, petugas yang menangani pembiayaan sudah dinonaktifkan,” jelasnya, Selasa (26/7).
Menurut dia, kredit bermasalah terjadi di Bank Jateng Syariah cabang Semarang. Sementara, di Solo tidak ada temuan serupa. Berapa jumlah kredit bermasalah sesuai hasil audit BI, dia tak memberikan data pasti.
Menurut Basuki, nilainya tidak Rp 94 miliar karena ekspansi pembiayaan Bank Jateng Syariah di Semarang sejak berdiri tahun 2010 baru mencapai kurang lebih Rp 50 miliar.
Ia menolak menyebut penonaktifan pegawai bagian kredit itu sebagai sanksi. Langkah itu dilakukan supaya tim identifikasi BI bisa lebih mudah menangani persoalan tersebut. Identifikasi dilaksanakan untuk mengklarifikasi pegawai bagian kredit tentang dugaan kesalahan dalam proses pembiayaan proyek tersebut.
Bila nantinya ada bukti kuat pegawai yang bersalah, maka yang bersangkutan akan ditindak sesuai dengan aturan Bank Jateng Syariah. Sanksi terberat berupa pemecatan.
SKPD Lain
Lebih lanjut Basuki menjelaskan, penelusuran dugaan pembiayaan bermasalah dalam proyek pengadaan barang dan jasa bukan hanya dilakukan di BPBD, melainkan juga di beberapa SKPD lainnya. Namun, dia enggan menyebut SKPD lainnya itu.
Diakuinya, ada banyak pembiayaan proyek yang dilakukan Bank Syariah Jateng. Untuk setiap proyek, pembiayaan tidak dilakukan 100 persen, tetapi hanya 75 persen dengan nilai di bawah Rp 300 juta.
Berkaitan dengan penggunaan Surat Perintah Kerja (SPK) dalam pembiayaan proyek, ia menyatakan, hal itu menjadi kewenangan Inspektorat Wilayah (Itwil) Provinsi Jateng yang menanganinya.
Bank Jateng percaya dan bersedia membiayai proyek lantaran dalam SPK tertera tanda tangan pejabat serta cap institusi. Mengenai pemeriksaan BI dalam kredit bermasalah di Bank Jateng Syariah, hal itu sudah dilakukan sepekan terakhir. (J17,H23-59)
Sumber: Suara Merdeka, 27 Juli 2011