Sri Sultan Diperiksa di Kejati DIY; Anggota DPRD Korupsi Dana Asuransi [05/08/04]
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, kemarin, diperiksa oleh kejaksaan tinggi setempat sebagai saksi kasus dugaan korupsi sebesar Rp1,2 miliar yang dilakukan oleh 55 anggota DPRD DIY dengan modus untuk premi asuransi.
Sri Sultan tiba di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY Jl Sokonandi 4 Yogyakarta pukul 13.58 WIB menggunakan mobil dinas Mercedez Benz ML320 dikawal seorang staf pribadi dan dua anggota Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Provinsi DIY.
Dia langsung diterima oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Hartoyo bersama sejumlah jaksa dan langsung memasuki ruangan pemeriksaan. Pemeriksaan secara tertutup terhadap Sri Sultan berlangsung sekitar 70 menit dan dilakukan oleh tiga jaksa: Ranu Mihardja, Mudim Aristo, dan RTB Situmorang.
Usai diperiksa, kepada wartawan Sri Sultan mengatakan, jaksa mengajukan 17 pertanyaan kepada dirinya, termasuk masalah kewenangan gubernur, masalah penganggaran dalam APBD, dan masalah dana asuransi yang diterima oleh anggota Dewan. Sedangkan masalah asuransi itu sendiri, menurut Sri Sultan hanya satu aspek saja yang mengarah kepada adanya tindak pidana.
Sedangkan Kajati DIY Hartoyo mengatakan, pihaknya tidak akan menghentikan kasus dugaan korupsi tersebut. Kalaupun terkesan lamban, katanya, karena adanya beberapa hambatan. Di antaranya, karena kesibukan beberapa saksi penting, adanya yang sakit, sedang tugas di luar daerah, dan masalah izin dari presiden.
Menurutnya, pemeriksaan terhadap Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk sementara dianggap cukup.
Dia juga menyebutkan, dalam kasus asuransi itu Kejati DIY telah menetapkan enam tersangka, yakni Totok Daryanto, Nuruddin Haniem, Nur Ahmad Affandi, HM Umar, Herman Abdurrahman, dan Marhabban Fakkih. Keenam tersangka, kata Hartoyo, tidak ada yang ditahan, sebab tidak ada kekhawatiran mereka akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
''Untuk sementara ini tersangkanya enam orang, mungkin masih akan bertambah lagi,'' katanya.
Dari enam tersangka, kata Hartoyo, Kejati DIY hanya menangani lima tersangka. Sedangkan seorang tersangka lainnya, Marhabban Fakkih, kasusnya ditangani oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom), karena saat kasus itu terjadi Marhabban masih dinas aktif di TNI dan menjadi anggota Fraksi TNI/Polri.
Wajib lapor
Sementara itu, sebanyak 13 anggota DPRD Kota Banda Aceh yang menjadi tersangka kasus penggunaan dana APBD untuk membeli 28 unit mobil pribadi seharga sebesar Rp5,7 miliar dikenakan wajib lapor dua kali seminggu oleh kejaksaan negeri setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banda Aceh Pribadi Soewandi, kemarin, juga membenarkan tentang adanya kebijakan wajib lapor terhadap para anggota Dewan tersebut.
''Kita telah memanggil belasan anggota DPRD Banda Aceh itu untuk melapor ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh dua kali seminggu,'' ujar Pribadi.
Sebenarnya, dalam kasus penyimpangan dana tak terduga APBD tahun anggaran 2002 tersebut terdapat 28 tersangka. Akan tetapi, yang diproses secara hukum oleh tim penyidik kejaksaan hanya 23 orang. Sementara lima orang lagi, dua di antaranya sudah meninggal dunia dan tiga orang dari Fraksi TNI/Polri.
Polda Jawa Barat (Jabar), kemarin, masih memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek peningkatan perguruan agama Islam tingkat dasar dan menengah senilai Rp65 miliar. Para saksi yang diperiksa, di antaranya pejabat Kantor Departemen Agama (Depag) Tasikmalaya dan Sumedang.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar (Kombes) Muryan Faizal mengatakan, pemeriksaan terhadap para saksi ini untuk mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan para tersangka dalam kasus korupsi proyek tersebut.
Dari Mataram dilaporkan, Kejari Mataram, Nusa Tengara Barat (NTB) saat ini masih mengumpulkan data atas laporan masyarakat tentang adanya dugaan mark up atau penggelembungan dana pada proyek senilai Rp7,5 miliar di Dinas Kesehatan Lombok Barat. (AU/AZ/EM/HP/YR/FS/FZ/N-2)
Sumber: Media Indonesia, 5 Agustus 2004