Sulitnya Mencari Jaksa Pengebut
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji galau dengan kinerja bawahannya. Tim yang ada selama ini lambat. Mestinya bisa lari 100 km per jam, tapi ini kok hanya 10 km per jam. Ibarat sopir, saya merasa mobil ini mobil tua, karena itu tak bisa ngebut, ujarnya.
Hendarman mencontohkan penyidikan kasus Bank Mandiri dan kasus Lativi. Mengapa untuk Lativi, penyidik baru menetapkan seorang tersangka? Lambat sekali, ujarnya mengeluh. Karena itu, ia berencana merevitalisasi jaksa penyidik kasus perbankan.
Hendarman berencana merekrut jaksa daerah. Meski tidak menyebut nama jaksanya, Hendarman mengatakan beberapa jaksa yang akan direkrut berasal dari Sulawesi Selatan, Riau, dan Ponorogo. Mereka kerjanya bagus, ujarnya. Ia meminta 25 jaksa, tapi yang disetujui baru 10. Sisanya masih dibahas, ujarnya.
Rencana Hendarman ini disambut gembira Kepala Kejaksaan Ponorogo, Joko Widodo. Selama menjabat kepala kejaksaan di kota reog itu, Joko selalu mewajibkan para jaksa di lingkungannya ikut berdiskusi setiap ada permasalahan hukum. Apalagi, jika permasalahan itu kasus korupsi, ujarnya. Karena itu, ia gembira ketika ada anak buahnya yang terpilih menjadi anggota tim Hendarman. Hanya, ia meminta tunjangan para jaksa yang direkrut ke pusat itu ditingkatkan. Hidup di Jakarta berat, katanya.
Menurut Juru Bicara Kejaksaan Agung, R.J. Soehandojo, perekrutan jaksa dari daerah bukan hal mudah. Soehandojo juga khawatir terjadinya penurunan kualitas penanganan perkara jika jaksa daerah itu ditarik ke pusat. Jika yang berkualitas diambil, penanganan kasus di daerahnya bagaimana? ujarnya.
Sukma N. Loppies, Jojo Rahardjo, Rohman Taufiq (Ponorogo)
Sumber: Majalah Tempo, Edisi. 20/XXXIV/11 - 17 Juli 2005