Sumbangan BUMN ke Calon Presiden Diusut
Kementerian Badan Usaha Milik Negara meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengusut perusahaan negara yang diduga menjadi sponsor salah satu calon presiden.
Sekretaris Menteri BUMN M. Said Didu mengatakan pemberian sumbangan oleh perusahaan negara merupakan pelanggaran pidana. "Karena itu, meski tak ada pengaduan, Bawaslu seharusnya bisa langsung bertindak," katanya kepada Tempo kemarin.
Said mengaku belum mendapat laporan soal perusahan-perusahaan negara mana saja yang menjadi penyumbang. Namun, kalau betul ada bukti seperti yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bawaslu berhak meminta temuan itu. "Selanjutnya mengambil tindakan hukum," ujarnya.
Said juga menegaskan, jika indikasi itu terbukti, institusinya pun akan langsung menjatuhkan sanksi kepada jajaran manajemen berupa skorsing atau pencopotan dari jabatan. "Begitu temuan PPATK itu diketahui, kami bakal menjatuhkan sanksi," katanya.
Ketua PPATK Yunus Husein sebelumnya mengatakan, lembaganya mengindikasikan adanya aliran dana mencurigakan dari perusahaan negara dan daerah ke partai politik serta pasangan calon presiden-wakil presiden.
Menurut dia, pemberian sponsor oleh BUMN atau BUMD diduga bukan karena pertimbangan ekonomis, lantaran tidak menguntungkan. “Mungkin lebih banyak faktor komando, ya?" katanya (Koran Tempo, 4 Juni).
Tak hanya dari perusahaan negara, Yunus mensinyalir adanya aliran dana mencurigakan dari luar negeri ke partai politik, calon anggota legislatif, calon kepala daerah, bahkan tim konsultan pasangan calon presiden-wakil presiden.
Aliran dana berasal dari seseorang yang memiliki rekening bank di Singapura. Orang tersebut, kata dia, membayar tim konsultan sebuah partai politik pendukung pasangan calon tertentu.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M. Hamzah mengaku belum menerima laporan PPATK. Namun, jika itu terbukti, seharusnya dibawa ke ranah tindak pidana umum atau tindak pidana pemilu. "Logikanya, uang asing bukan uang negara," katanya. "Maka tidak bisa dikategorikan tindak pidana korupsi." BUNGA MANGGIASIH | CHETA NILAWATY | SETRI
Sumber: Koran Tempo, 5 Juni 2009