Sumijan, Antara Es Campur dan Korupsi
Namanya Sumijan, anak Pak Kemis. Jadilah nama lengkapnya Sumijan bin Kemis. Berbagai pekerjaan pernah dilakoninya. Sebagai tukang ojek; penjual rujak, bakso, dan sate keliling; hingga sopir angkot dan penjual es campur di Bontang, Kalimantan Timur. Namun, tidak seperti es campurnya, yang dingin maknyus, sepak terjang laki-laki kelahiran Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, itu beberapa tahun terakhir ini justru membuat panas banyak pihak, terutama pejabat Kota Bontang, Kalimantan Timur.
Melalui Bontang Watch dan Lumbung Informasi Rakyat (Lira), Sumijan melaporkan Wali Kota Bontang terkait dengan kasus dugaan penyimpangan proyek dana alokasi khusus dana reboisasi ke Kepolisian Resor Bontang (22 April 2003) dan kasus dugaan korupsi dana penunjang operasional Wali Kota Bontang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (31 Januari 2005). Kiprah itu dilandasi niat, Aku bekerja untuk membantu negara, katanya kepada Tempo, Kamis lalu.
Hari itu, bersama enam tokoh lain, ia menerima Tiga Pilar Award 2007 versi Tiga Pilar Kemitraan atas dedikasinya memberantas korupsi. Penghargaan itu diberikan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi. Lelaki berkacamata dengan tampang ndeso ini menyikapi biasa saja penghargaan yang diraihnya. Bagi saya, penghargaan utama itu dari langit, malaikat, ujarnya sambil terbahak.
Meski bekal pendidikan formalnya hanya sekolah menengah pertama, Sumijan tergolong cerdas. Ia amat fasih berbicara soal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, layaknya aktivis lembaga swadaya masyarakat di Ibu Kota. Ia mengaku obyek daya kritisnya atas berbagai penyimpangan di lingkungannya adalah pemerintah.
Awalnya, ia diminta ikut rapat rukun tetangga (RT) untuk membahas beberapa hal yang mempertaruhkan hidup semua orang di kampung. Rupanya ketua dan pengurus RT lainnya terpikat dengan berbagai usul Sumijan. Diam-diam ia didaftarkan menjadi pengurus di Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Berbas, Pantai Bontang, Kalimantan Timur (2002). Kariernya terus menanjak hingga menjadi pengurus LPM kecamatan, dan harus mengikuti berbagai pelatihan serta seminar-seminar.
Akhirnya saya menjadi sukarelawan sebagai koordinator Tim Kerja Stakeholders Kota dalam program pada 2003 CDS (City Development Strategies) guna mewujudkan visi Kota Bontang menciptakan good governance, tutur Sumijan. Dari situ, ia kemudian aktif di Bontang Watch dan Lira.
Di sela-sela berjualan es, setiap Senin dan Kamis, ia mangkal di halaman kejaksaan dan pengadilan negeri Bontang guna meneriakkan yel-yel antikorupsi. Sudah pasti, tak sedikit orang yang terganggu dibuatnya. Suatu hari, suami Siti Maryam ini babak belur dihajar sekelompok orang tak dikenal.
Pengadilan juga telah menghukumnya empat bulan penjara karena dianggap mencemarkan nama baik seorang pejabat. Kini ia masih mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Aneh, ya. Saya dibuat pintar, dipenjarakan, juga diberi penghargaan, kata Sumijan getir. Iqbal Muhtarom | Reh Atemalem | Sudrajat
Sumber: Koran Tempo, 5 Februari 2008