Surat Terbuka untuk KPK-Baru
Dipilihnya tuan-tuan sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru memicu pro-kontra yang luas.
Hal itu terjadi karena masyarakat menaruh harapan besar terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga mereka peduli terhadap siapa pun yang menjadi pimpinan KPK.
Adanya ketidakpuasan terhadap pimpinan KPK-Baru adalah permulaan yang kurang baik, sebab kepercayaan masyarakat adalah modal penting dan justru di situlah masalah yang dihadapi pimpinan KPK-Baru. Tetapi, neraca negatif itu berubah menjadi positif manakala kinerja KPK-Baru ternyata luar biasa progresif.
KPK bukan sudah ada sejak empat tahun lalu. Artinya, KPK-Baru meneruskan pekerjaan pendahulunya. Sejak KPK dibentuk, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pemberantasan korupsi di Indonesia telah mencapai momentum penting. KPK-Baru tidak boleh mulai dari nol, sebab itu merupakan kerugian besar dan kemunduran dalam perang melawan korupsi yang dilakukan bangsa ini. Pemberantasan korupsi yang sudah mulai panas tidak boleh menjadi dingin kembali.
Mendengarkan
Tuan-tuan yang terpilih sebagai pimpinan perlu cermat membaca sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini. Membaca di sini terutama berusaha mendengarkan apa yang dikehendaki rakyat. Bangsa ini telah menobatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Karena itu, adalah logis, ia harus dihadapi dengan cara-cara luar biasa pula. Untuk itulah KPK dibentuk. Ia adalah sebuah institut yang luar biasa.
Maaf, saya agak terganggu membaca persepsi Ketua KPK-Baru tentang bagaimana institut itu akan dipimpin. Dalam berita dikatakan, akan didahulukan asas profesionalisme dan proporsionalitas. KPK-Baru akan bekerja berdasar asas praduga tak bersalah; Ketua KPK-Baru akan pasang badan; pertanyaan tentang memburu korupsi di kejaksaan dijawab dengan berputar-putar (Suara Merdeka, 7/12/2007; Kompas, 8/12/2007). Ini bukan bahasa luar biasa, melainkan bahasa penegakan hukum yang konvensional.
Pada hemat saya, kalimat atau kata-kata itu tidak perlu diucapkan, karena hanya menunjukkan kekurangpahaman terhadap suasana luar biasa yang dihadapi bangsa kita, serta perlunya langkah-langkah luar biasa pula.
Dengan pernyataan itu, pemberantasan korupsi yang sudah mulai panas didorong kembali masuk ke jalur biasa atau penegakan hukum tradisional. Apakah proses fit and proper test yang dilakukan DPR lalai memerhatikan sikap sadar akan keadaan yang mendesak? Saya tidak tahu.
Dalam negara hukum, orang tahu bahwa penegakan hukum memerlukan profesionalisme dan menjunjung asas praduga tak bersalah. Justru yang perlu ditonjolkan adalah keadaan yang mendesak serta urgensi untuk bersikap luar biasa.
Maka, tuan-tuan pimpinan KPK-Baru, sekali lagi, memahami sejarah perjalanan pembentukan KPK itu sungguh penting. Sebelum dibubarkan Mahkamah Agung, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), yang merupakan cikal bakal KPK, pernah mengusulkan kepada pemerintah agar Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat korupsi. Itu terjadi pada tahun 2000.
Jadi saat itu orang sudah menyadari betapa gawat kejahatan korupsi di negeri ini. KPK-Baru tidak boleh menjadi institut yang aneh atau anomali karena tidak menyadari asal-usul sosialnya.
Institut anomali
Pengetahuan dan kesadaran bahwa KPK adalah suatu institut yang istimewa sungguh merupakan modal penting yang perlu dihayati, saat tuan-tuan akan mulai bekerja. Sikap memberantas korupsi dengan biasa-biasa saja (according to book-rule) itu ibarat menohok roda pemberantasan korupsi yang sudah mulai menggelinding dan memanas itu.
Nasihat hakim agung Amerika Serikat, Oliver Wendell Holmes, yang legendaris itu patut sekali didengar pimpinan KPK-Baru. Holmes mengatakan, hakim dan penegak hukum lain perlu memasang telinga untuk mendengarkan keadaan mendesak yang sedang dialami bangsanya (felt necessity of time). Hukum, kata Holmes, memuat cerita sejarah panjang suatu bangsa (embodies a nation