Surat Tulisan Tangan Presiden kepada Jaksa Agung
Pencopotan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh memang menimbulkan pertanyaan. Ia termasuk sosok yang cukup jauh dari spekulasi media mengenai siapa-siapa yang bakal diganti oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, penggantian Jaksa Agung itu akhirnya menjadi kenyataan hari Senin, 7 Mei 2007, pukul 15.00. Kejaksaan Agung kembali dipimpin orang dalam, seorang jaksa karier, yakni Hendarman Supandji (60) yang sebelumnya menjabat Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan (Fraksi PDI-P, Sumatera Utara II) cukup terkejut meskipun ia menilai putusan Presiden Yudhoyono tepat. Istana mungkin mendapat masukan lain, ucapnya yang menilai Abdul Rahman Saleh kurang turun ke daerah.
Aktivis antikorupsi pun terbelah. Adnan Topan Husodo dari Indonesia Corruption Watch dan Ismet Hasan Putro dari Masyarakat Profesional Madani menilai Hendarman mampu memimpin dan membenahi Kejaksaan Agung. Sementara Agung Hendarto dari Masyarakat Transparansi Indonesia menilai Hendarman takkan membawa perubahan berarti. Mereka itu satu paket. Kalau Hendarman dibilang kinerjanya baik, itu juga karena kerja Abdul Rahman Saleh, ucapnya.
Beberapa saat setelah Presiden mengumumkan penggantian Jaksa Agung dan menteri lain, Abdul Rahman bertemu Presiden Yudhoyono dan mendengar penjelasan secara langsung. Beliau mengatakan, selama 2,5 tahun ini Jaksa Agung telah banyak membantu beliau. Dan, beliau tidak ada komplain, kata dia.
Menirukan penjelasan Presiden, Abdul Rahman mengatakan, Jaksa Agung sudah melakukan banyak pekerjaan dalam memberantas korupsi, termasuk melakukan pembaruan Kejaksaan Agung di pusat dan daerah. Tapi, beliau mengatakan tantangannya memang terlalu kompleks dan berat. Dengan berat hati beliau ingin meremajakan, kata Abdul Rahman yang berat badannya turun delapan kilogram sejak menjabat Jaksa Agung. Beliau mengatakan,