Surat Tuntutan Gayus Dibocorkan Jaksa C dan F
Keduanya adalah jaksa penuntut kasus Gayus.
Dua jaksa berinisial C dan F diduga terlibat dalam kasus bocornya surat rencana tuntutan terdakwa mafia pajak, Gayus Halomoan Tambunan. Menurut Ketua Tim Pemeriksa Pidana Umum pada Jaksa Agung Muda Pengawasan, Widyo Pramono, kasus ini melibatkan dua orang lainnya, yaitu B dan H.
C dan F tergabung dalam jaksa penuntut dalam berkas Gayus Tambunan. Adapun anggota jaksa penuntut kasus Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang antara lain adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan, dan Ika Syafitri.
Kejaksaan telah melakukan pemeriksaan selama sepekan. Widyo mengatakan hasil temuan akan diserahkan ke Kepolisian. Para pelaku diduga melanggar Pasal 263 ayat 1 atau 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan surat rencana tuntutan, dengan hukuman ancaman enam tahun penjara.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, Gayus mengaku pernah diperlihatkan dua rencana tuntutan oleh pengacaranya saat itu, Haposan Hutagalung. Saat itu ia disidang di Pengadilan Negeri Tangerang pada awal tahun ini untuk kasus manipulasi pajak.
Gayus diancam hukuman satu tahun penjara dalam rencana tuntutan nomor R455. Sedangkan pada berkas lain bernomor R431, ancaman hukumannya satu tahun kurungan dan satu tahun masa percobaan.
Anggota Tim Pemeriksa, Sucipto, mengatakan Kejaksaan telah memeriksa 17 saksi, antara lain Gayus, Haposan Hutagalung, dan Cirus Sinaga. Kasus ini berawal saat Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Pohan Lasphy menerbitkan rencana tuntutan bernomor R455 pada 25 Februari lalu. "Ini bagi kami disebut petunjuk penuntutan," katanya.
Pohan lalu memerintahkan Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Pidana Umum, Emo, mengirim surat penunjukan penuntutan ke Kejaksaan Tinggi Banten. Emo meminta staf pidana umum berinisial B untuk mengirimnya.
Sayangnya, mesin faksimile di kantor rusak, berkas pun tak bisa dikirim. Namun, sebelum B mengirim ulang berkas tersebut, ia dihubungi oleh jaksa F atas perintah jaksa C.
B diminta mengirim surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Tangerang. Oleh F, surat itu diserahkan kepada H untuk digandakan dan direkayasa. "H lalu diduga menyerahkannya kepada Gayus," kata Sucipto.
Menurut Widyo, berdasarkan pemeriksaan, surat penunjukan penuntutan itu ternyata palsu. Surat sudah dimodifikasi dengan yang asli menggunakan mesin fotokopi atau dipindai.
Kode faksimile pada penunjukan penuntutan palsu, termasuk tanda tangan dan stempel dinas, adalah hasil fotokopi dari surat asli. Menurut Widyo, yang diubah hanyalah jumlah tuntutan untuk Gayus. "Diduga, surat itu dibuat oknum H setelah menerima penunjukan penuntutan asli dari oknum C," ujarnya.
Widyo melanjutkan, surat yang dilihat Gayus bernomor R433 bukan berasal dari Pohan Lasphy. Kesimpulan lainnya, jaksa C diduga memberikan surat asli kepada H setelah ia mendapatkan dari F. Adapun F mendapatkannya dari B.
Padahal baik C maupun F tidak berhak mendapat surat penunjukan penuntutan. Sesuai dengan prosedur, yang berhak menerima surat asli tersebut adalah Kepala Kejaksaan Tinggi, Asisten Pidana Umum, dan Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang. "Everything is so clear," katanya.Isma Savitri
Sumber: Koran Tempo, 28 Oktober 2010