Susno Dibidik Kasus Ketiga
Hakim Menolak Gugatan Praperadilan Penangkapan dan Penahanan Susno
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji akan dibidik lagi untuk dugaan pidana penerimaan gratifikasi. Polri membidik Susno setelah menetapkan Joni Situwanda sebagai tersangka dalam dugaan pemberian gratifikasi kepada Susno.
Namun, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengaku belum dapat mengelaborasi proses suap-menyuap tersebut dalam perkara apa. ”Yang pasti, kami mempunyai bukti adanya transfer dari tersangka Joni Situwanda kepada Pak Susno. Oleh karena itu, Joni kami panggil untuk diperiksa, tapi selalu mangkir,” kata Edward, Senin (31/5).
Edward, kemarin, juga mengumumkan bahwa Joni masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Sebab, Joni tiga kali tidak memenuhi panggilan polisi. Menurut Edward, dua panggilan pertama, Joni hendak diperiksa sebagai saksi, tetapi mangkir. Panggilan ketiga, Joni sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Joni pernah menjadi pengacara Susno saat Susno melaporkan pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun, laporan itu kemudian dicabut.
Hingga kemarin, pengacara Joni, yakni Sutedja Sugianto, tidak dapat dihubungi untuk ditanyai soal keberadaan kliennya. Beberapa nomor telepon seluler Joni juga tidak dapat dihubungi.
Soal rencana Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang hendak menempatkan Susno di rumah perlindungan, Edward mengatakan, Polri meminta LPSK menunggu hingga proses hukum terhadap Susno selesai. ”Perlindungan kan diberikan terhadap seseorang dalam kapasitas sebagai saksi. Pak Susno sekarang statusnya tersangka,” kata Edward.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, penahanan terhadap orang yang memberikan kesaksian, pelapor, atau whistle blower dapat menimbulkan persepsi yang keliru dalam upaya penegakan hukum.
Haris menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kepolisian untuk memindahkan Susno ke tempat yang aman. LPSK memiliki kewenangan sesuai perundang-undangan. Namun, polisi juga memiliki kewenangan untuk menahan.
Sejauh ini, Mabes Polri telah menjerat Susno dengan dua perkara pidana. Perkara pertama yakni dugaan penerimaan suap dalam penanganan kasus penangkaran ikan arwana PT Salmah Arowana Lestari di Rumbai, Riau. Perkara kedua, Susno dijerat dugaan korupsi dalam dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
Kemarin, putusan praperadilan yang dibacakan hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan, penangkapan dan penahanan Susno sah. Putusan itu disambut teriakan tak puas pendukung Susno. Herawati, istri Susno, seusai sidang, menyatakan masih percaya kepada suaminya. ”Masyarakat yang bisa menilai, mana yang benar dan mana yang salah,” ujarnya.
Perlakuan
Perlakuan terhadap Susno dinilai dapat menimbulkan persepsi buruk terhadap penegakan hukum dan institusi Polri. Oleh karena itu, ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu mengambil langkah-langkah, seperti saat menyikapi kasus unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu Tricahyo juga berpendapat, sebaiknya Presiden memerintahkan Kapolri untuk menyerahkan Susno kepada LPSK. Mantan Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Athoillah mengatakan, Presiden seyogianya segera turun tangan.
Ketua Komisi III DPR (Fraksi Partai Demokrat) Benny K Harman menilai, langkah hukum kepolisian yang menetapkan Susno sebagai tersangka dan menahannya merupakan bentuk balas dendam dari pimpinan Polri.
Menurut dia, sebagai peniup peluit, Susno tak bisa dimintai pertanggungjawaban atas kasus mafia hukum yang dilaporkannya. Meski perkembangannya ada kasus tindak pidana lain yang menyeretnya, polisi seharusnya mendahulukan laporan Susno.(SF/ANO/FER/WHY/IDR)
Sumber: Kompas, 1 Juni 2010