Susno, When Love and Hate Collide
Akankah Komjen Pol Drs Susno Duadji SH MSc akan mengalami seperti peribahasa: menepuk air didulang akan tepercik muka sendiri? Seperti diketahui, nasib mantan Kabareskrim Polri itu sekarang benar-benar di ujung tanduk. Kalau tidak terjadi keajaiban, sang jenderal kontroversial itu bisa benar-benar langsung "habis". Selasa kemarin (11/5) diberitakan bahwa Susno resmi ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di Mabes Polri.
KISAH hidup Susno Duadji mirip judul lagu Def Leppard, When Love and Hate Collide.... Setahun lebih citranya turun-naik. Beberapa waktu lalu dia banyak dihujat, tapi belakangan berbalik seratus delapan puluh derajat justru disukai dan dielu-elukan. Nama Susno Duadji gagah berkibar setelah dirinya "bernyanyi" soal adanya makelar kasus pajak di Mabes Polri. Dia diposisikan masyararakat sebagai jenderal polisi yang gigih memperjuangkan institusinya menjadi kredibel dan bermartabat. Bahkan, lebih jauh dia dianggap sebagai "hero" yang sedemikian gigih memperjuangkan pemberantasan korupsi di negeri ini. Terbukti bahwa penilaian masyarakat terhadap suatu gejala begitu mudah berubah, bergantung pada perkembangan situasi.
Padahal, seperti kita ketahui di sepanjang tahun lalu, terutama saat "bertikai" dengan Komisi Pemberantasan Hukum (KPK), Susno Duadji ketika itu dicurigai masyarakat sebagai pihak yang punya peran penting dalam upaya "pelemahan" KPK. Lebih-lebih, statemennya tentang 'Cicak dan Buaya' membuat masyarakat membencinya. Analogi tersebut mengesankan adanya arogansi Susno.
Susno terpancing melontarkan analogi kontroversial tersebut ketika mengetahui pembicaraannya disadap dalam masalah Bank Century. Kalimat Susno ketika itu sebagaimana dikutip majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2009 mengumpamakan KPK sebagai cicak dan lembaga yang dia pimpin (polisi) sebagai buaya. Pernyataan itu kontan mengundang banyak respons negatif.
Beberapa saat kemudian, yang terjadi justru sebaliknya. Nama mantan Kabareskrim ini dipuji dan dibela habis-habisan oleh hampir seluruh anggota masyarakat di tanah air. Setidaknya bermula dari beberapa sebab. Pertama, setelah dirinya blak-blakan mengungkap soal adanya markus pajak di Mabes Polri. Hampir setiap hari Susno diwawancarai tv dan koran. Dan, tentu saja sang Jenderal Bintang Tiga melayaninya dengan senang hati.
Maka Susno semakin terkenal. Dukungan moral serta simpati terus mengalir kepadanya sebagai penyemangat agar terus konsisten berkontribusi dalam upaya mereformasi tubuh Polri yang selama ini ditengarai memang masih banyak masalah.
Memang, Susno sempat dicurigai bahwa manuver itu sebagai pembalasan rasa sakit hatinya yang di-nonjob-kan paska 'pertikaian' dengan KPK. Tapi, banyak yang tidak peduli dan yang diapresiasi adalah semangatnya memperjuangkan kebenaran. Masalah motifnya apa menjadi tidak penting, karena yang utama adalah semangat menegakkan kebenaran.
Nama Susno sebetulnya mulai menarik simpati masyarakat setelah dengan berpakaian seragam dinas menjadi saksi persidangan Antasari Azhar yang cenderung "meringankan" Antasari. Tindakannya ini kontan dipermasalahkan oleh Kapolri. Lebih-lebih setelah itu secara berani dan lantang dia menyebut adanya "markus" (baca: makelar kasus) dalam tubuh Polri.
Sekarang ini, akhir karir Susno sepertinya tinggal menghitung hari. Saat tulisan ini dibuat, yang bersangkutan sudah ditetapkan berada di ruang tahanan Mabes Polri. Tapi, Polri harus memeras otak keras untuk menyeret mantan Kabareskrim yang cerdik ini ke bui. Sebab, Susno pun hampir pasti akan seperti sebelum-sebelumnya. Dia tetap bergeming dan memamerkan aksi jurus "pendekar mabuk"-nya. Bahkan, ketika Kapolri Kamis lalu (6/5) mengatakan bahwa polisi punya kewenangan membawa Susno secara paksa jika yang bersangkutan tidak datang pada panggilan kedua, Susno pun dengan lantang berkata, panggilan yang menurut dia tak jelas itu merupakan bentuk arogansi kepolisian! Seseorang, kata Susno, tidak datang untuk pemeriksaan itu diperbolehkan selama alasannya sah secara hukum.
"Amunisi" untuk membidik Susno, antara lain: Susno dianggap lalai melakukan pengawasan sebagai Kabareskrim. Berdasar pengakuan Kompol Arafat dalam sidang kode etik belum lama ini, diungkapkan bahwa Haposan, pengacara Gayus Tambunan, menjanjikan sejumlah uang kepada Susno agar perkaranya lancar.
Dalam kasus sengketa modal ikan arwana PT Salimah Arowana Lestari, Riau, berdasar pengakuan Haposan Hutagalung, ada uang yang dititipkan melalui Syahril Djohan Rp 500 juta untuk Susno. Haposan dalam hal ini bertindak selaku pengacara Ho Kian Huat, warga Singapura yang bersengketa dengan PT Salimah Arowana.
Namun, Susno berdalih, itu transaksi biasa, bukan korupsi. Dia menganalogikan dengan jual beli mobil. Kata dia, kalau yang beli mobilnya itu ternyata seorang koruptor, transaksi itu bukanlah transaksi haram karena mobilnya bukan hasil uang koruspi.
Juga tentang data rekening banknya. Susno menegaskan tidak bisa dicurigai hanya berdasar data rekening. Jumlah uang yang dimiliki, dengan saja bertransaksi, berapa kali transaksi, semua tidak bisa menjadi dasar.
Lantas, apakah Susno kali ini betul-betul akan "habis''? Penulis kenal agak lama dengan Susno. Orangnya memang gigih. Gaya bicaranya begitu ekspresif dan cenderung meledak-ledak. (Maaf) Juga terkesan sedikit impulsif. Tapi, kalau terdesak, dia tidak segan-segan memainkan "jurus pendekar mabuk''. Hantam sana-sini, nyaris tak peduli siapa pun yang bakal kena. Agaknya, bisa saja dia nekat berprinsip tiji tibeh alias mati saji mati kabeh. (*)
*) HM. Siradj , wartawan, penulis buku Jurus Mabuk Susno Duadji.
Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 12 Mei 2010